Jakarta, Kompas - Anomali cuaca, yang ditandai hujan terus turun pada musim yang seharusnya kemarau, serta suhu berubah-ubah dari panas menjadi dingin secara mendadak dan berulang kali, berpotensi memicu peningkatan penyakit, terutama infeksi saluran pernapasan akut dan demam berdarah dengue. Masyarakat disarankan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.
Dari pantauan di Jakarta, Tangerang, Bengkulu, Kudus, dan Makassar, kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berupa influenza, batuk, dan pilek mendominasi kunjungan masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk puskesmas.
Menurut Kepala Puskesmas Tambora, Jakarta Barat, Mirsad, pada triwulan I-2013, ISPA menempati urutan pertama penyakit yang diderita masyarakat. Rinciannya, Januari 4.973 orang, Februari 4.834 orang, dan Maret 3.951 orang. Pada April-Mei, jumlah kasus ISPA tetap tinggi. ”Saat perubahan cuaca berlangsung cepat, biasanya badan jadi kurang fit. Akibatnya berisiko terserang batuk, flu, dan demam,” ujar Mirsad.
Hal sama tercatat di Puskesmas Karawaci Baru, Tangerang, dan Kota Bengkulu. Di Makassar, menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar Naisyah Tun Asikin, jumlah penderita ISPA meningkat dari 850 orang pada April menjadi 1.300 orang pada Mei.
Hujan deras diselingi terik matahari menyuburkan tempat perindukan nyamuk, termasuk nyamuk Aedes aegypti pembawa virus dengue, serta nyamuk Aedes albopictus pembawa penyakit chikungunya. ”DBD di wilayah Grogol Petamburan, Jakarta, Januari-Mei 2013, ada 143 kasus. Tahun lalu, 98 kasus,” kata Kepala Puskesmas Grogol Petamburan Lola Lovita, Senin (3/6).
Hal terpenting yang harus dilakukan masyarakat adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk. ”Setiap Jumat, kami menggalakkan kegiatan ini. Kami harap warga mau jadi juru pemantau jentik nyamuk bagi lingkungannya,” ujar Lola.
Tingginya kasus DBD juga tercatat di Kabupaten Kudus. Menurut Kepala Dinkes Kabupaten Kudus Maryata, sepanjang April-Mei 2013 ada 309 penderita DBD di Kudus. Di Garut, menurut Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes Garut Tatang Wahyudin, tercatat 95 kasus DBD sepanjang Januari-April 2013. DBD tercatat sebagai lima besar penyakit yang sering terjadi di Makassar dan Bengkulu.
Di Tasikmalaya dan Sukabumi, merebak penyakit chikungunya. Meski tak mematikan, penyakit ini menyebabkan demam tinggi dan nyeri sendi hebat. Penderita sulit bergerak sementara waktu. Di Tasikmalaya tercatat 317 kasus chikungunya pada April-Mei. Di Sukabumi ada 399 kasus chikungunya pada Januari-Mei. Menurut Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinkes Sukabumi Irma Agristina, pada tahun 2012 ada 53 kasus chikungunya.
Saat dikonfirmasi, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes Tjandra Yoga Aditama mengatakan, sejauh ini belum ada kejadian luar biasa di Indonesia. ”Pola penyakit tetap seperti yang ada. Surveilans dijaga ketat dan dilaporkan tiap minggu,” ujarnya.
Kasus DBD tertinggi terjadi pada tahun 2010. Pada tahun-tahun berikutnya, kasus menurun. Tahun ini masih di bawah tahun 2010, tetapi tetap perlu diwaspadai. Virus baru yang merebak di luar negeri, seperti H7N9 dan corona virus, juga diwaspadai.
Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Adi Sasongko, menyatakan, perubahan cuaca sangat berpengaruh terhadap kerentanan tubuh dari penyakit. Menjaga kesehatan bisa dilakukan dengan pola hidup sehat, asupan gizi seimbang, termasuk menambah suplemen, serta istirahat cukup.
Hal senada dikemukakan ahli gastroenterologi dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI-RS Cipto Mangunkusumo Ari Fahrial Syam. Suhu udara yang berubah setiap saat dan lingkungan yang tidak bersih menyebabkan daya tahan tubuh menurun. ”Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap penyakit seperti ISPA, DBD, dan diare,” kata Ari.
Ia menyarankan, masyarakat menyiapkan payung atau jas hujan jika beraktivitas di luar ruang. Selain itu, hindari minuman dingin dan makanan yang digoreng. Sebaliknya, memperbanyak konsumsi buah-buahan karena mengandung antioksidan.
Promotif preventif
Adi dan Ari menilai, upaya promotif preventif pemerintah belum maksimal dan masih cenderung fokus pada upaya kuratif. Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan upaya promotif preventif. Minimnya informasi membuat masyarakat belum sepenuhnya sadar akan pentingnya upaya pencegahan penyakit yang sebenarnya bisa dihindari.
”Menjelang musim seperti ini, dinkes berperan penting untuk melakukan sosialisasi pesan kesehatan lebih aktif. Perlu ada penyuluhan untuk mengingatkan tentang banjir, penyakit, serta risiko kesehatan yang akan muncul, termasuk apa yang harus dilakukan warga,” kata Adi.
Kendala di lapangan, yakni kekurangan tenaga untuk upaya promotif preventif akibat membeludaknya pasien ke puskesmas, bisa diatasi melalui pendekatan dinkes ke fakultas kedokteran dan institusi pendidikan kesehatan yang ada di setiap daerah.
”Masyarakat harus selalu diingatkan. Mereka memang tidak bisa sadar dalam waktu singkat. Karena itu, butuh upaya penyuluhan terus-menerus,” kata Adi.
Hal itu sangat disadari Kepala Dinkes DKI Jakarta Dien Emmawati. ”Dalam kondisi seperti saat ini, tindakan preventif menjadi kunci. Tidak bisa lagi mengandalkan tindakan kuratif. Biayanya terlalu mahal,” ujarnya. (CHE/HEI/HEN/RIZ/ADH/JON/K12/ATK)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.