Seperti diberitakan, menurut keterangan tetangga, Sigit yang merupakan anak bungsu korban mulai menunjukkan gejala gangguan kejiwaan dalam 2-3 tahun terakhir.
Psikiater dr. Danardi Sosromihardjo Sp.KJ (K) dari FKUI-RSCM mengatakan, sulit menentukan apakah tersangka menderita gangguan jiwa atau bukan hanya berdasarkan perbuatan yang dilakukannya.
Namun Danardi tak menampik kemungkinan pelaku menderita gangguan jiwa, baik skizofrenia atau psikosis. Skizofrenia sendiri bisa muncul saat usia sudah dewasa. "Bisa saja umur 40 baru muncul gangguan jiwanya. Gangguan ini tidak membutuhkan stimulan kejadian luar biasa atau trauma psikis," kata Danardi saat dihubungi kompas.com (16/7/13).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat akibat gangguan pada neurotransmitter yang mempengaruhi fungsi otak. Gangguan ini berefek pada kognitif, emosional, dan tingkah laku penderita.
Danardi mengatakan, salah satu penyebab skizofrenia adalah ketidakseimbangan dopamin, zat yang berfungsi sebagai penghubung antar sel syaraf. Produksi dopamin yang terlalu banyak memacu terjadinya skizofrenia.
Menurut standar Indonesia, orang dianggap menderita skizofrenia jika selama satu bulan mengalami gejala psikotik, seperti berhalusinasi dan mengalami waham.
Halusinasi adalah kekacauan persepsi panca-indera penderita. Akibatnya, telinga penderita, misalnya, mendengar bisikan- bisikan aneh yang sebenarnya tidak ada. Waham adalah kondisi ketika pikiran penderita tidak realistis. Dia, misalnya, merasa dikejar-kejar pocong atau CIA.
Akibat waham tersebut, bisa saja penderita skizofrenia melihat orang lain sebagai objek yang berbeda. "Misalnya melihat korban sebagai hewan sehingga tidak apa dipotong," kata Danardi.
Menurut keterangan tetangga, pelaku dikenal sebagai anak yang sangat menyayangi ibunya. Bahkan pelaku sempat mengatakan tindakan mutilasi adalah bentuk kasih sayang dan bakti pada ibunya.
Namun menurut Danarni tindakan mutilasi merupakan gejala ada sesuatu yang salah dalam pikiran pelaku.
Seperti halnya Sigit yang tidak mendapatkan perawatan, sebanyak 80 persen penderita gangguan mental skizofrenia tidak diobati. Padahal skizofrenia dapat diobati. Penderita yang diobati begitu ada gejala dini berpotensi sembuh total.
Berdasarkan survei Kementerian Sosial tahun 2008, penderita skizofrenia di Indonesia ada 650.000 orang. Sekitar 30.000 orang dipasung dengan alasan agar tidak membahayakan orang lain atau menutupi aib keluarga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.