Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/07/2013, 09:42 WIB

Kompas.com — Skoliosis atau tulang belakang bengkok dapat terjadi sejak lahir, remaja, atau dewasa. Skoliosis pada usia dini terjadi akibat kelainan bawaan, sedangkan pada usia remaja dan sesudahnya disebabkan oleh berbagai faktor, seperti genetik dan kelainan pada otot. Namun, lebih sering idiopatik atau belum diketahui pasti penyebabnya.

Jika dikenali sejak dini, skoliosis dapat dicegah agar tidak semakin parah atau semakin bengkok. Dengan demikian, penanganannya lebih mudah dan murah.

Hal itu dikemukakan Direktur Utama Rumah Sakit Ortopedi (RSO) Prof Dr Soeharso Surakarta, Respati S Dradjat, pertengahan Juli lalu.

Skoliosis tingkat berat, yakni derajat bengkok mencapai 40-50 derajat lebih, menyebabkan penderita mengalami gangguan pada pernapasan, sistem peredaran darah, mekanik tulang belakang, dan mengalami proses penuaan lebih cepat.

Untuk deteksi skoliosis, harus dilakukan observasi atau pengamatan 3-6 bulan untuk mengetahui apakah tulang mengalami bengkok secara progresif (berlangsung terus). Pengenalan dini skoliosis dapat dilakukan oleh guru dan orangtua dari anak terkait. Sebanyak 80 persen kasus skoliosis terjadi pada remaja, mulai dari usia 10-11 tahun.

Cara paling mudah, anak diminta membungkuk 90 derajat atau seperti ruku pada gerakan shalat. Sebelumnya, anak diminta menggunakan pakaian yang melekat dan tidak terlalu tebal atau tidak mengenakan pakaian. Pengamat berada persis di belakangnya.

Skoliosis akan tampak seperti benjolan (punuk) pada bagian punggung sebelah atas dan bawah, kiri atau kanan. Ciri-ciri lain tampak ketika penderita berdiri tegak, yakni tinggi pundak tidak sama, pinggul miring, bahu tampak miring, dan ada tonjolan di punggung. Bengkok pada tulang akibat skoliosis dapat berjumlah satu, dua, atau tiga lengkungan. Deteksi lebih teliti dilakukan dengan scoliometer.

Dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi RSO Prof Dr Soeharso Retno Setianing menuturkan, dirinya pernah menggelar penyuluhan dan penapisan terhadap para siswa sebuah sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Solo, Jawa Tengah, tahun 2010-2012. Hasilnya, 5 dari 720 siswa mengalami skoliosis. Satu tahun dan dua tahun sesudahnya dilakukan hal serupa untuk siswa kelas I SMP. Hasilnya, dari 240 anak ditemukan 3 anak mengalami skoliosis.

”Orangtua perlu pengetahuan mengenai ciri-ciri skoliosis. Ini untuk mendeteksi anaknya dari kemungkinan terkena skoliosis, baik bayi maupun remaja. Anak-anak yang memahami cara deteksi juga dapat membantu menemukan teman sebayanya yang terkena skoliosis,” kata Retno Setianing.

Terapi

Pada skoliosis yang timbul di masa muda, yaitu pada anak di bawah 10 tahun, bagian tulang yang cacat dibuang, kemudian pasien diterapi untuk menahan laju derajat bengkoknya.

Untuk skoliosis yang terjadi pada usia lanjut, yakni di atas 10 tahun, dilakukan terapi dalam bentuk gips, bracing (bingkai penguat tulang punggung), traksi (penarikan), latihan, atau operasi untuk yang derajat bengkoknya besar, di atas 40-50 derajat.

”Terapi atau operasi tujuannya untuk mencegah agar kurva bengkoknya tidak semakin besar,” kata Respati.

Minimnya pengetahuan masyarakat mengakibatkan banyak kasus skoliosis baru diketahui ketika sudah parah, yakni derajat bengkoknya sangat besar. Sejak 2008, Respati menangani 200 kasus skoliosis. Ia menemukan banyak bentuk skoliosis ekstrem. Kasus terbaru yang ditanganinya, seorang anak mengalami skoliosis sejak kecil baru dibawa ke rumah sakit saat berusia 13 tahun. Akibatnya, kurva bengkok lebih dari 50 derajat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com