Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/07/2013, 12:21 WIB
Rosmha Widiyani,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi


Kompas.com - Penyakit jiwa berat atau skizofrenia sebenarnya bisa disembuhkan dengan obat-obatan, tetapi kebanyakan keluarga merasa malu jika ada anggota keluarganya yang menderita skizofrenia sehingga cenderung menutupinya dan tak mau mencari pengobatan.

Padahal, sikap terbuka justru akan membantu mengurangi stigma negatif yang kerap disandang pasien skizofrenia dan keluarganya. "Keterbukaan menandakan keluarga sudah bisa menerima keadaan anggota keluarganya yang menderita skizofrenia," kata Dr.Bambang Eko Sunaryanto, sp.KJ, Direktur Rumah Sakit Jiwa Dr.Rajiman Wediodiningrat.

Peran aktif keluarga untuk menjelaskan kepada masyarakat akan penyakit skizofrenia juga sangat membantu menjelaskan mitos-mitos negatif yang keliru. Ketidakpahaman menyebabkan masyarakat kerap mengaitkan skizofrenia sebagai penyakit kutukan atau hal-hal gaib.

Masyarakat yang lebih paham dan toleran pada penderita gangguan jiwa, lebih mampu menerima pasien tersebut di lingkungannya. “Lingkungan yang kondusif akan memanusiakan pasien skizofrenia sehingga mereka bisa melakukan berbagai aktifitas layaknya orang normal, tanpa ada stigma atau anggapan miring pada dirinya,” kata Bambang.

Perawatan pasien gangguan jiwa di masyarakat atau dikenal dengan community care, bisa membantu pasien mencari pengobatan jika terjadi kekambuhan. Pengobatan juga tidak harus dilakukan di rumah sakit jiwa, tapi juga bisa di puskesmas.

Skizofrenia haruslah diobati. Data ilmiah menunjukkan, makin cepat pasien diobati, makin besar peluang kesembuhannya. Setelah mendapat perawatan selama dua minggu sampai satu bulan, biasanya pasien bisa dikembalikan ke masyarakat.

Menurut Bambang, lamanya perawatan tergantung pada respon pengobatan, kepribadian pasien, tingkat stres, sampai rasionalitas pasien.

"Pasien yang rasional, dengan tingkat stress rendah dan kepribadian mantap lebih mudah menerima serta memberi respon positif pada pengobatan. Sementara pribadi yang tidak matang, lebih mudah stress dan sulit menerima pengobatan," katanya.

Sebelum dikembalikan ke masyarakat, keluarga akan dibekali pengetahuan bagaimana merawat dan mengobati pasien. Keluarga juga diajak mengenali tanda kekambuhan. “Keluarga juga tidak boleh terlalu cuek atau cerewet. Jangan biarkan penderita terlalu banyak bengong dan mengembangkan rasa curiga,” kata Bambang.

Penderita yang secepatnya beradaptasi, bisa segera aktif dan memiliki kehidupan seperti masyarakat lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau