KOMPAS.com - Hot flashes atau rasa panas hingga berkeringat kerap terjadi pada wanita yang menuju usia menopause. Para peneliti mengatakan, hot flashes sebenarnya dikendalikan oleh area spesifik pada otak.
Vaibhav Diwadkar, peneliti yang juga profesor psikiatri dan ilmu saraf dari Wayne State University mengatakan, telah ditemukan perubahan aktivitas pada otak yang menjadi awal mula terjadinya hot flashes. "Aktivitas di area tertentu dalam otak berubah bahkan sebelum hot flashes terjadi," ujarnya.
Temuan yang dipublikasi dalam jurnal Cerebral Cortex ini mungkin memberikan cara tertentu bagi para ahli untuk penanganan menopause yang tepat. Diwadkar mengatakan, di masa depan para ahli dapat mengetahui efektivitas penanganan menopause dengan mengukur aktivitas otak.
Menopause atau akhir masa siklus mentruasi pada wanita seringkali memberikan gejala yang tidak menyenangkan, seperti sulit tidur, lesu, dan hot flashes. Gejala-gejala tersebut terjadi karena adanya perubahan hormon yang drastis dan terjadi sementara.
Dalam studi ini, Diwadkar dan timnya melakukan analisa terhadap 20 wanita menopause berusia 47 hingga 58 tahun. Para wanita itu mengalami hot flashes sebanyak enam kali atau lebih setiap harinya. Kemudian aktivitas otak mereka diperiksa dengan alat pemindai otak, sementara tubuh mereka berada di antara mesin pemanas untuk memicu hot flashes.
Para peneliti menemukan, ada aktivitas khusus pada batang otak yang membuat terjadinya hot flashes. Batang otak menghubungkan bagian hemisfer otak kecil dengan sumsum tulang belakang. Bagian tersebut terlibat dalam regulasi suhu tubuh.
Dan hot flashes juga melibatkan aktivitas insula, bagian depan otak. Pada bagian ini, tercipta persepsi pribadi dan sesuatu yang dirasakan tubuh manusia.
Diwidkar mengatakan, para peneliti sudah lama menduga ada sesuatu yang terjadi pada otak saat timbulnya hot flashes. Namun dia cukup terkejut, karena aktivitas tersebut bahkan terjadi lebih awal, yaitu sebelum munculnya hot flashes.
Profesor di University of Melbourne Australia Robin McAllen mengatakan, temuan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkap aktivitas awal pada otak sebelum terjadinya hot flashes. Namun dibutuhkan studi lanjutan untuk menemukan jalur saraf yang memicu hot flashes.
Hot flashes selama ini ditangani dengan terapi hormon dan konsumsi obat-obatan antidepresan. Selain itu, pola makan juga membantu meringankannya. Makanan yang memicunya yaitu makanan pedas, minuman berkafein, dan merokok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.