Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/09/2013, 15:17 WIB
Wardah Fazriyati

Penulis


KOMPAS.com
- Fase tumbuh kembang anak usia 0-5 tahun perlu mendapat perhatian dari para orangtua. Pada masa golden age inilah, anak-anak mengembangkan kemampuan motorik kasar, motorik halus, berbahasa dan kecerdasannya. Sebaiknya, tak ada satu pun tahapan tumbuh kembang balita yang terlewati, agar bisa terhindar dari berbagai kesulitan saat anak berusia di atas lima tahun. Kalau fase ini terlewati, orangtua perlu mewaspadai namun bukan berarti khawatir berlebihan apalagi cemas dan panik.

Penting bagi orangtua untuk memahami risiko keterlambatan tumbuh kembang anak, sekaligus juga memahami bagaimana cara menyikapinya dengan tepat. Dengan begitu, anak bisa tertangani dengan baik kalau pun mengalami keterlambatan. Orangtua juga lebih mampu mengambil tindakan terbaik untuk si kecil, dan tidak terpedaya mitos.

Risiko
“Orangtua harus waspada dengan tanda-tanda keterlambatan tumbuh kembang anak. Semua anak harus melewati milestone tumbuh kembang, jangan sampai ada fase yang terlewati," ungkap dokter anak dari Brawijaya Women and Children Hospital, dr Attila Dewanti, SpA(K) Neurologi, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, orangtua juga sebaiknya tidak mengabaikan tanda-tanda keterlambatan tumbuh kembang. Misalnya, anak usia enam bulan sudah mampu duduk namun belum bisa tengkurap. Hal ini sebaiknya tidak dibiarkan karena jika fase tengkurap terlewati, anak berisiko mengalami kesulitan ke depannya.

 “Kalau tiga tahun belum bisa memegang pensil, bawa ke dokter, karena bisa jadi ada yang salah dengan motorik halus, ada kelainan saraf. Ini bisa dikenali dengan observasi. Biasanya observasi dilakukan 30 menit hingga satu jam untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda keterlambatan tumbuh kembang dan risikonya," jelas dr Attila sekaligus memberi contoh lain keterlambatan tumbuh kembang anak balita.

Setiap anak unik, tak perlu panik
Orangtua yang mendapati keterlambatan tumbuh kembang pada anak, sebaiknya tidak membandingkan kondisi anak dengan anak lainnya. Orangtua juga sebaiknya tidak panik menyikapi masalah tumbuh kembang pada anak, karena setiap anak unik.

Psikolog dari klinik tumbuh kembang Rainbow Clinic, Rika Ermasari, SPsi, Ct, CHt mengatakan orangtua perlu berpikir rasional menyikapi keterlambatan tumbuh kembang anak.

"Anak tidak ada yang sama. Konsultasi ke dokter tetap perlu jika anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang, namun jangan terlalu khawatir. Tapi jangan juga terlalu telat melakukan pemeriksaan," tuturnya.

Selain mengatasi kekhawatiran, orangtua juga perlu tahu kapan harus mulai memeriksakan anak yang mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Menurut Rika, setiap anak mengalami dampak berbeda dari keterlambatan tumbuh kembang di masa golden age ini.

"Orangtua bisa mengandalkan instingnya, bisa tahu kapan sebaiknya mulai memeriksakan anak. Asal jangan terlalu lama, karena semakin lama keterlambatan ini dibiarkan, akan semakin sulit memperbaiki dampak yang ditimbulkannya. Kalau kesulitan ditangani di masa golden age, akan lebih mudah memperbaikinya," saran Rika.

Menurut Rika, keterlambatan tumbuh kembang punya dampak berbeda pada setiap anak. Umumnya, anak cenderung mengalami kesulitan sosial emosi, seperti tidak bisa berinteraksi, kurang tanggap, sulit bicara, juga kesulitan mengikuti instruksi.  Jika keterlambatan tumbuh kembang dibiarkan, dampak jangka panjangnya anak menjadi anti sosial.

Mitos
Orangtua baru pada umumnya merasa panik ketika anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Tak sedikit juga yang akhirnya membiarkan karena terpedaya mitos.

Penyiar radio dan MC, Amy Zein, mengalami hal ini. Putra pertamanya Abiputra Prasetyo (4), mengalami keterlambatan bicara. Amy mengenali tanda-tanda keterlambatan bicara putranya dari kebiasaan makan. "Kalau makan, Abi mengunyah seadanya. Otot itu yang memengaruhi kemampuan Abi bicara," ungkapnya.

Hingga putranya berusia 2,5 tahun, Amy mendapati kemampuan bicara putranya tak juga berkembang. "Perkembangan bicara Abi lebih lambat dibanding teman-teman sepantarannya. Tapi banyak yang bilang anak laki-laki bicaranya memang lebih lambat. Jadi saya sempat agak cuek," ungkapnya kepada Kompas Health melalui pesan singkat.

Meski telah mengenali tanda keterlambatan bicara pada putranya, Amy tak lantas memeriksakan anaknya ke dokter. Ia mengaku terpedaya mitos mengenai anak laki-laki yang lebih lambat berbicara.

"Pada usia 2,5 tahun Abi masih bicara seperti bayi, ya sudah akhirnya saya langsung ke dokter dan psikolog," katanya. Ia menambahkan, "Harusnya bisa lebih cepat memeriksakan ke dokter kalau ibunya tidak termakan mitos."

Amy juga percaya, orangtua punya insting tinggi yang akan mendorongnya kapan waktu tepat memeriksakan anak yang mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Ia pun menyarankan agar orangtua segera mencari bantuan profesional begitu menemukan tanda tidak wajar pada tumbuh kembang anak.

Selain itu, menurut Amy, orangtua juga perlu mencari informasi selengkap-lengkapnya begitu mendapatkan diagnosa ahli setelah pemeriksaan awal. Baginya, orangtua tidak bisa hanya mengandalkan pemeriksaan dokter atau psikolog dalam mengatasi masalah keterlambatan tumbuh kembang anak. Peranan orangtua di rumah juga turut menentukan keberhasilan penanganan keterlambatan tumbuh kembang anak.

Penting juga bagi orangtua untuk menyikapi masalah keterlambatan dengan bijak. Cara pandang Amy bisa menjadi inspirasinya, "Jangan membandingkan anak kita dengan anak lain. Percaya saja setiap anak itu terlahir dengan keunikannya, dengan kelebihan dan kekurangan. Kalau sekarang kita sedang berjuang mengatasi kekurangan, sebenarnya kita sedang dipersiapkan untuk nantinya juga merasakan kelebihan dia."


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com