Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/10/2013, 14:18 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com — Munculnya kasus rekaman video asusila yang melibatkan beberapa siswa pelajar SMP di Jakarta dapat menjadi indikator betapa kaum remaja muda saat ini, terutama di kota besar, sangat mudah terpapar informasi berbau seksualitas.

Menurut Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Elisabeth Jane Soepardi, fenomena ini juga dapat menunjukkan kecenderungan kaum remaja muda telah terbiasa melihat video porno. Fakta memprihatinkan ini cukup beralasan karena didukung oleh hasil beberapa penelitian yang dilakukan oleh banyak lembaga.

Salah satunya, kata Jane, adalah riset yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati pada 2008 terhadap siswa umur 9-12 tahun. Survei tersebut melibatkan 1.625 siswa dari kawasan Jabodetabek, dengan hasil yang sungguh mengejutkan.

"Sebanyak 66 persen siswa mengatakan sudah pernah melihat video porno. Padahal, survei ini dilakukan 5 tahun lalu. Saat ini, angkanya tentu sudah meningkat. Hasil survei mengindikasikan seks bukan sesuatu yang asing bagi remaja," kata Jane kepada Kompas Health, Rabu (30/10/2013).

Kecenderungan ini pun didukung hasil temuan dari Australian National University (ANU) dan Puslitkes pada 2010/2011 di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Penelitian tersebut melibatkan 3.006 responden berusia 17-24 tahun. Hasilnya, sebanyak 20,9 persen responden mengaku pernah hamil dan melahirkan sebelum menikah.

Data serupa dilaporkan Komnas Perlindungan Anak berdasarkan survei terhadap 14.726 siswa SMP dan SMA. Survei di 12 kota besar ini dilakukan pada 2012. Hasilnya, sebanyak 93,7 persen remaja mengaku pernah berhubungan seks pranikah. Selain itu, 21,2 persen remaja mengaku pernah melakukan aborsi akibat seks pranikah.

Menghadapi kenyataan ini, Jane menekankan pendidikan seks yang tepat kepada anak dan remaja tak bisa ditunda. Anggapan seks merupakan sesuatu yang tabu harus segera dihapus. Orangtua dan guru harus menjadi tempat yang nyaman untuk bertanya dan teman yang bisa diandalkan, terutama untuk hal yang berkaitan dengan seks.

Menurut Jane, merupakan hal yang wajar jika remaja mencari tahu hal tentang seks. Sesuai dengan proses tumbuh kembangnya, tubuh anak mulai memproduksi hormon seks. Lonjakan hormon inilah yang seketika memunculkan gairah yang sebelumnya tidak pernah ada. Gairah ini harus memiliki pelampiasan yang tepat.

Bila pelampiasan tidak tepat, akan terekspresi dalam bentuk yang kurang terpuji, salah satunya video porno. "Video asusila merupakan bukti bagaimana anak terbiasa dengan sesuatu yang porno. Karena itu, pendidikan seks tidak bisa lagi menunggu, secepatnya harus segera diberikan supaya kasus serupa tidak segera terulang," imbuhnya.

Pendidikan seks, kata Jane, tentu harus diberikan dengan kerja sama antara orangtua, guru, tenaga kesehatan, dan pemerintah. Kerja sama seluruh pihak memungkinkan pendidikan seks bisa didapatkan sejak dini dan mengubah sikap dan perilaku anak ketika dewasa.

Dialihkan dengan kegiatan fisik

Menurut psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, remaja dengan berbagai kompleksitas dan permasalahan hormonal membutuhkan tempat pelampiasan yang tepat. Aktivitas fisik yang menguras tenaga dipandang sebagai sarana yang efektif mengatasi energi berlebih pada remaja sehingga tidak mencari tahu berbagai informasi yang merugikan.

"Remaja sebaiknya tidak hanya duduk diam dan memainkan berbagai gadget. Berbagai aktivitas fisik yang menguras tenaga lebih pas untuk remaja sehingga tidak mencari tahu berbagai hal yang merugikan, misalnya pornografi," kata Vera.

Karena itu, Vera menyarankan remaja mengisi waktunya dengan berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ini akan meningkatkan wawasan dan mengalihkan perhatian remaja, dari hal yang tidak menguntungkan untuk masa depannya.      

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com