Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/11/2013, 09:28 WIB
Dr. Irsyal Rusad. Sp.PD

Penulis

Sumber Kompasiana


KOMPAS.com -
Bapak ini, sebut saja Tn A, 51 tahun, sudah menjalani hemodialisa (cuci darah) 2 kali dalam seminggu sejak 3 tahun lalu. Menurut pengakuannya, sebelum dinyatakan menderita sakit ginjal kronis yang akhirnya harus menjalani hemodialisa, ia menderita hipertensi.

"Tekanan darah saya sampai lebih dari 200, dokter. Tetapi tidak merasa apa-apa, kalau sesekali kepala saya sakit, Saya cukup  beli obat di warung," ujarnya.

Banyak pasien lain hampir dengan cerita yang sama, akibat hipertensi, lalu tiba-tiba ada yang mengalami stroke, serangan jantung dan sebagainya. Tak heran bila hipertensi diberi label the silent killer. Hipertensi diibaratkan pencuri yang mengendap-ngendap masuk ke dalam rumah, menguras barang-barang berharga. Kita baru sadar ketika barang milik berharga itu hilang dan kita sangat memerlukanya.

Begitu juga dengan bapak di atas, hipertensi menyebabkan dia kehilangan ke dua ginjalnya. Secara fisik ginjal itu masih ada, tetapi tidak berfungsi lagi. Ginjal itu tak berkerja lagi sebagaimana Tuhan sudah merancangnya, membersihkan sampah-sampah sisa pembakaran dalam tubuh, menjaga keseimbangan kimiawi, cairan tubuh, memproduksi hormon,  dan lain-lain.

Nah, bayangkan kalau ginjal sudah seperti itu, tak bisa menyaring cairan, membersihkan darah, memproduksi urin, maka air akan menumpuk dalam tubuh kita. Akibatnya tekanan darah akan semakin tinggi, jantung akan membesar, mengalami kelelahan, tubuh pun akan membengkak. Di samping itu,  karena sampah-sampah sisa-sisa pembakaran dalam tubuh kita juga tidak dapat dibuang oleh ginjal, maka sampah-sampah itu akan menjadi racun. Semua organ tubuh yang lain akan dirusak juga.  Akibat semua itu,  keluhan sesak nafas, mudah letih, lemas, mual,muntah, pusing, tidak ada nafsu makan akan muncul.

Sebelum mesin hemodialisa yang berkerja menggantikan fungsi ginjal ini ditemukan (di Indonesia baru pada akhir tahun 1970), pasien-pasien penyakit ginjal kronis tahap akhir, atau gagal ginjal ini tidak berapa lama setelah diagnosis ditegakkan, biasanya akan meninggal. 

Syukurlah dengan perkembangan teknologi, penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, dalam batas-batas tertentu, kualitas kehidupannya bisa lebih baik. Sayangnya disamping memerlukan biaya mahal, aksesnya masih sulit, ginjal buatan itu tidak pernah akan sama dengan ginjal ciptaan Tuhan.

Kemudian, “kenapa pasien di atas, atau kebanyakan pasien lainnya baru sadar, setelah jatuh dalam kondisi, penyakitnya sudah lanjut, harus menjalani hemodialisa?” Salah satu jawabannya adalah, bahwa penyakit ginjal kronis, seperti hipertensi juga tidak memberikan gejala yang khas pada awalnya. Penurunan fungsi ginjal sampai 60 persen saja kadang-kadang tidak menimbulkan gejala. Keluhan-keluhan akibat uremia seperti letih, mual, muntah, tidak ada nafsu makan sering dirasakan pasien,  pada saat fungsi ginjal sudah sangat menurun.

Oleh sebab itu, yang perlu diwaspadai adalah faktor risiko penyakit ginjal kronis itu. Faktor resiko itu, disamping hipertensi, adalah diabetes mellitus, batu ginjal,  obat-obatan tertetentu- terutama penghilang nyeri, obat rematik, jamu, beberapa herbal– penyakit glomerulus ginjal, infeksi ginjal, tumor dan lain-lain.

Karena itulah, kalau kita mempunyai faktor risiko ini, maka seharusnya dikendalikan dengan baik. Seperti hipertensi, tensi pun harus terkontrol sampai kurang dari 140/90 mm Hg, diabetes, gula darah puasa kurang dari 140 mg/dl, dan 2 jam setelah makan kurang dari 180 mg/dl. Bila anda ada batu ginjal, infeksi saluran kemih, jangan dibiarkan saja.

Selain itu, untuk melihat adanya gangguan fungsi ginjal, secara sederhana sebenarnya dapat dilihat dari urin kita. Jumlah urin yang bertambah atau berkurang dari biasanya, sering buang air kecil malam hari, urin berbusa-buih karena mengandung protein atau adanya darah dalam urin, merupakan tanda penyakit ginjal yang mungkin kita alami. Sayangnya, kebanyakan kita tidak menyadarinya.

Untuk itu, sebenarnya pada mereka yang mempunyai faktor risiko penyakit ginjal kronis, sebaikya dilakukan pemeriksaan sederhana untuk melihat adanya protein, dan sel darah merah dalam urin. Dalam keadaan normal itu tidak ada, tetapi pada gangguan fungsi ginjal, protein dan sel darah merah akan didapatkan dalam urin, karena ginjal tidak bisa menyaringnya.

Andaikan kelainan urin itu dapat diketahui lebih dini, banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal itu. Pada pasien hipertensi misalnya, pilhan  obat yang tepat, perubahan gaya hidup, diet atau pola makan (pembatasan protein, garam),  memghentikan rokok dapat memperlambat proses memburuknya fungsi ginjal, sehingga anda tidak perlu cuci darah

Jadi, hipertensi  tak hanya mengancam jantung dan otak saja. Ginjal anda juga dapat dirusaknya. Karena itu jangan abaikan, kendalikanlah dengan baik. Bila tidak, kemungkinan anda menjalani hemodialisa (cuci darah) seperti pasien di atas dapat terjadi. Dan ingat, bahwa di Amerika Serikat sekitar 30 dari mereka yang mengalami hemodialisa adalah karena hipertensi, sementara di Indonesia sekitar 10 dari 100 pasien.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com