Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyeri Dada Yang Satu Ini Tak Dipicu Sakit Jantung

Kompas.com - 03/01/2014, 14:26 WIB
dr Andri, SpKJ, FAPM

Penulis

Sumber Kompasiana


SEORANG
laki-laki usia 35 tahun dengan keluhan nyeri dada yang sudah dialami berulang dan dalam kurun waktu 6 bulan belakangan ini. Pasien sering kali menuju IGD ketika kondisi nyeri dadanya terjadi namun sering kali pula tidak mendapatkan hasil pemeriksaan yang mengarah ke sakit jantung yang ditakuti pasien.

Nyeri dada ini terjadi disertai dengan perasaan cemas yang sangat dan jantung berdebar-debar serta perasaan ingin muntah. Dokter IGD sering kali mengatakan bahwa keluhan pasien ini akibat lambungnya walaupun pemeriksaan lambung (endoskopi dan kolonoskopi telah dilakukan dan hasilnya baik) tidak menyatakan adanya kelainan.

Pasien juga sudah melakukan ekokardiografi dan pemeriksaan treadmill namun hasilnya baik-baik saja dan tidak ditemukan tanda-tanda iskemik (penyempitan pembuluh darah jantung atau tersumbatnya pembuluh darah tersebut). Pasien meminta dokter melakukan MSCT dan hasilnya baik (Calcium Score normal). Pasien sudah berkunjung ke banyak dokter untuk mengkonfirmasi penyakitnya namun tidak ada dokter yang mengatakan adanya masalah pada jantung pasien.

Nyeri dada dan ganguan panik

Nyeri dada adalah salah satu tanda dan gejala serangan panik yang paling ditakuti oleh pasien-pasien yang menderita gangguan panik. Nyeri dada membuat pikiran orang yang mengalaminya mengarah kepada suatu masalah gangguan jantung yang mematikan. Nyeri dada pada kasus gangguan panik sangat sering terjadi dan membuat peningkatan biaya kesehatan yang signifikan dan pemeriksaan serta terapi yang tidak pada tempatnya.

Pasien dengan nyeri dada dengan atau tanpa masalah jantung memiliki cara yang mirip dalam mengatasi masalahnya  yaitu penggunaan fasilitas gawat darurat berulang. Akan tetapi, pasien dengan masalah nyeri dada tanpa masalah jantung seperti yang terjadi pada pasien gangguan panik pada banyak penelitian ternyata lebih sering menggunakan fasilitas gawat darurat. Hal ini dimungkinkan karena pasien gangguan panik memiliki kecemasan yang lebih dominan terhadap gejala fisik yang terjadi pada dirinya dibandingkan pasien jantung sendiri.

Pemeriksaan yang mengkonfirmasi bahwa nyeri dada yang dialami oleh pasien bukanlah gangguan jantung ternyata tidak bermakna membuat pasien menghilangkan kebiasaannya memeriksakan diri berulang. Hal ini dikarenakan keluhan nyeri dadanya ternyata sering berulang dan hal ini membuatnya terganggu kualitas hidupnya.

Penelitian mengatakan 35 persen pasien yang mengalami nyeri dada namun tidak mengalami masalah jantung tetap mengurangi aktifitas fisiknya dan menganggap bahwa nyeri dadanya tersebut berbahaya.

Karakteristik nyeri dada pada gangguan panik

Pasien dengan gangguan panik yang mengalami nyeri dada sering kali dianggap mengalami nyeri dada yang tidak berhubungan dengan jantung (atypical chest pain atau atypical angina). Walaupun demikian, ada pula gejala gangguan panik yang mirip gejalanya dengan typical angina. Nyeri dada pada kasus jantung biasanya dikarakteristikan dengan rasa nyeri atau tertekan di substernal atau di daerah jantung dan diakibatkan karena aktifitas fisik dan menghilang dengan istirahat. Sedangkan pada gangguan panik tidak berhubungan dengan aktivitas fisik, ada perasaan tidak nyaman di lambung, berhubungan kadang dengan asupan makan, ada rasa cemas yang tiba-tiba muncul, sering terjadi di malam hari dan lokasinya di dinding otot dada sebelah kanan.

Mekanisme nyeri dada pada gangguan panik

Berbagai penelitian telah mengungkapkan bahwa gejala nyeri dada terjadi pada lebih dari 78% kasus gangguan panik. Nyeri dada pada gangguan panik disebabkan karena aktifitas abnormal dinding dada dan esophagus.  Itulah yang sering membuat diagnosis pasien nyeri dada adalah gangguan lambung seperti GERD walaupun lebih sering pasien GERD mengeluh Heart Burn daripada Nyeri Dada.

Beberapa sumber mengatakan bahwa kondisi iskemia atau tersumbatnya pembuluh darah di jantung mungkin terjadi pada pasien yang mengalami nyeri dada karena serangan panik, namun demikian hal tersebut berlangsung reversible atau dapat kembali normal. Penurunan variabilitas denyut jantung (heart rate variability) dan microvascular angina mungkin bisa menjadi penyebab terjadinya nyeri dada pada pasien yang mengalami serangan panik. Hal ini diakibatkan karena hiperventilasi, denyut jantung yang meningkat (takikardia) dan peningkatan enzim katekolamin pada pasien yang mengalami gangguan panik.

Konsekuensi dari nyeri dada pada gangguan panik

Pasien dengan gangguan panik rentan terhadap tanda-tanda dan gejala fisik tubuhnya. Pasien nyeri dada yang mengalami gangguan panik pada penelitian ketika dibandingkan dengan populasi normal yang mengalami nyeri dada juga, diketemukan pasien gangguan panik ternyata lebih perhatian pada nyerinya, lebih meyakini dirinya mengalami penyakit jantung tertentu dan lebih takut kepada penyakit dan kematian dibandingkan dengan populasi normal.

Akibatnya pasien gangguan panik yang mengalami nyeri dada lebih akan sering menggunakan fasilitas kesehatan dan mengeluarkan lebih banyak dana untuk mengkonfirmasi nyeri dadanya tersebut. Bahkan pada pasien yang benar mengalami gangguan jantung dan juga mengalami serangan panik, ternyata nyeri dada yang dialami pasien seperti ini lebih disebabkan karena serangan paniknya.

Pasien gangguan panik juga ketika serangan paniknya datang mengalami peningkatan aktifitas dinding otot dada yang berlebihan yang mengakibatkan naiknya kadar karbondioksida tubuh yang menyebabkan pikiran ketakutan muncul.  Hal ini yang membuat pasien gangguan panik yang mengalami nyeri dada segera mencari pertolongan.

Apa yang harus dilakukan?

Pemeriksaan jantung secara menyeluruh bisa dilakukan untuk menghindari adanya masalah jantung yang tidak terdeteksi pada pasien yang mengalami nyeri dada. Pemeriksaan EKG, EKG treadmill dan ekokardiografi bisa dilakukan untuk mengkonfirmasi datangnya nyeri dada tersebut. Pada treadmill biasanya akan diketahui apakah ada penyumbatan (iskemik) pada pasien yang mengalami nyeri dada tersebut. Pasien juga perlu mengkonfirmasikan hasilnya dengan dokter jantung yang akan menunjukkan masalah yang terjadi pada pasien, termasuk juga jika tidak ada masalah yang mendasari nyerinya.

Pasien gangguan cemas terutama gangguan panik memang  sering kali tidak mempercayai hasil pemeriksaan jantung yang menyatakan dirinya normal. Pasien sering kali menghabiskan banyak dana untuk melakukan pemeriksaan berulang dan tidak akan berhenti sampai dirinya merasa yakin tidak ada apa-apa. Sayangnya hal ini sering kali tidak terjadi jika masalah dasarnya yaitu gangguan paniknya belum teratasi.

Konsultasi dengan psikiater yang memahami masalah ini akan sangat membantu. Dokter jantung juga bisa memberikan informasi terkait hal ini dengan meyakinkan pasien bahwa masalah nyeri dadanya bukanlah yang berhubungan dengan jantung dan merujuk pasien ke psikiater untuk mengatasi gangguan  paniknya. Hal ini tentunya untuk kualitas hidup pasien yang lebih baik dan mengurangi biaya yang tidak perlu. Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa.

Sumber Referensi Utama :

David Katerndahl. Chest Pain and Its Importance in Patients with Panic Disorder : An Updated Literature Review. Primary Care Companion. J Clinical Psychiatry 2008:10(5)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau