Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/07/2014, 07:12 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis


KOMPAS.com - Lebih dari tiga dekade lalu, para ilmuwan berhasil menggabungkan sel sperma dan sel telur di laboratorium untuk menghasilkan bayi pertama yang lahir dari teknik in vitro fertilization (IVF) atau lebih dikenal dengan bayi tabung.

Walau teknik IVF terasa futuristik dan canggih pada masanya, kini bayi tabung sudah merupakan prosedur yang lazim dilakukan dan diperkirakan telah menghasilkan 5 juta anak di seluruh dunia.

Teknologi IVF terus berkembang. Para pakar infertilitas bahkan berupaya mengembangkan metode ini agar lebih murah, angka kesuksesan lebih tinggi, dan tersebar ke banyak negara.

Bukan hanya itu, selain membantu pasangan yang kurang subur, metode IVF kini juga menjadi solusi para wanita yang ingin memperpanjang tahun-tahun kesuburannya dengan cara menyimpan sel telurnya untuk digunakan ketika mereka sudah siap.

Meski begitu, terapi infertilitas semacam itu kerap terganjal masalah etis, termasuk ide bahwa calon orangtua boleh memilih apa saja yang akan diturunkan pada anak mereka. Para calon orangtua kini juga mengharapkan keturunan mereka sehat, cerdas, dan unggul.

Oleh karena itu kini para ahli berusaha menciptakan rambu-rambu yang lebih jelas untuk menghindari masalah etis di kemudian hari.

"Kini adalah saat yang penting untuk menciptakan fondasi mengenai apa yang menjadi harapan dan standar yang bisa diterima, baik oleh kalangan medis dan sosial," kata Dr.Britton Rink, spesialis kesuburan dari Ohio State University Wexner Medical Center.

Berikut adalah beberapa hal yang akan mengubah terapi kesuburan dalam waktu dekat.

- Penyaringan genetik
Teknologi ini sudah dipakai saat ini, tetapi dalam waktu dekat diperkirakan akan menyebar luas. Ini merupakan teknologi screening embrio yang dipakai dalam bayi tabung sebelum dimplan. Dokter akan memeriksa ada tidaknya kelainan genetik, termasuk kelebihan kromosom atau DNA abnormal yang bisa mengurangi kesuksesan kehamilan.

Teknologi penyaringan terbaru bahkan lebih akurat lagi mendeteksi kelainan genetik. Walau begitu, teknologi ini biasanya hanya dilakukan pada kasus tertentu, misalnya wanita yang sering keguguran.

- Pembekuan sel telur
Walau pembekuan sel telur sudah dipakai dalam beberapa tahun terakhir, tetapi kini para ilmuwan sudah menemukan cara untuk membekukan sel telur dengan kerusakan minimal.

Dahulu, sel telur akan dibekukan dengan lambat, tetapi karena sel telur mengandung banyak air, maka airnya akan membentuk kristal selama proses pembekuan ini dan merusak struktur sel. Dengan teknik terbaru, sel telur akan dibekukan dalam waktu singkat sehingga tidak sampai terjadi pengkristalan. Dengan teknik yang disebut dengan vitrification ini, sel telur akan memiliki kualitas sama dengan yang baru diambil dari indung telur.

"Di masa depan, bukan tidak mungkin seorang wanita bisa menyimpan sel telurnya sejak mereka berusia 20-an tahun. Apalagi seiring dengan bertambahnya usia, risiko kerusakan kromosom meningkat," kata Dr.Bala Bhagavath, dari Strong Fertility Center, AS.

- Penggunaan hormon lebih sedikit
Dalam program bayi tabung, seorang wanita harus menerima suntikan hormon setiap hari selama 2 minggu untuk merangsang ovarium memproduksi lebih banyak sel telur. Tindakan ini menyebabkan efek samping, seperti kembung, nyeri perut, gangguan mood, sakit kepala, dan nyeri akibat suntikan.

Tetapi kini dikembangkan teknik pematangan sel telur dengan dosis hormon lebih kecil dan sedikit suntikan. Dengan demikian, biayanya pun akan lebih murah dan efek sampingnya sedikit.

- Pemeriksaan genetik untuk cegah kanker
Karena para ilmuwan terus melakukan penelitian gen untuk penyakit, bukan tidak mungkin pemeriksaan genetik untuk program bayi tabung akan memasuki babak baru. Dokter kelak akan mengecek gen mana yang menyebabkan kanker atau gen yang bisa memperpanjang umur.

- "Desainer" bayi
Walau tekonologi deteksi genetik meningkatkan kemungkinan "menciptakan bayi" yang unggul, tetapi para ahli mengingkatkan bahwa prosesnya tidak semudah itu. Bakat yang ingin kita wariskan kepada anak, seperti kecerdasan atau kemampuan atletik, ternyata sangat kompleks dan masih butuh penelitian untuk memahami gen mana yang berperan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com