Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/07/2014, 11:08 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis


KOMPAS.com -
Secara alami tubuh kita sudah punya sistem membersihkan tubuh dari racun. Namun, mungkin kita perlu membantu tubuh membersihkan diri dari racun. Karena kita hidup di zaman modern yang banyak bersentuhan dengan racun. Baik racun yang sengaja dikonsumsi maupun tidak.

Hidup di kota di zaman modern sepertinya tak mungkin lari dari kejaran racun. Dari lingkungan ada polusi kendaraan bermotor. Kesibukan orang kota menyebabkan makanan berpengawet dan siap saji jadi pilihan. Air minum pun sudah tak segar dan penuh dengan polutan. Ditambah dengan gaya hidup kota yang nyaman dari mobil ke mobil, badan jadi kurang gerak. Itu masih ditambah pula dengan racun dari asap rokok yang sengaja diisap maupun tak sengaja.

Buah dan sayur segar memang lebih sehat daripada makanan kalengan atau kemasan yang penuh zat kimia pengawet. Tapi hampir semua sayur dan buah segar disemprot dengan pestisida. Daging ayam, sapi maupun ikan pun tak sepi dari racun. Ternak ayam dan sapi mendapat suntikan antibiotika yang masuk ke dalam daging mereka. Sedangkan daging ikan laut kemungkinan besar tercemar zat kimia yang semakin bertumpuk di perairan laut.

“Penggunaan pestisida di seluruh dunia naik dari 50 juta kilogram setahun di tahun 1945 menjadi 2.5 miliar kilogram setahun. Jenis pestisida sekarang pun 10 kali lebih beracun untuk makhluk hidup dibanding pestisida tahun 50-an,” ujar Riani Susanto, seorang praktisi gizi lulusan Amerika Serikat yang banyak mendalami soal detoksifikasi ini.

Lebih dari 80 ribu jenis pestisida dan bahan kimia lain yang digunakan sekarang, 10 persen di antaranya bersifat karsinogenik alias menimbulkan kanker. Karenanya, jangan heran bila kematian karena kanker di Amerika Serikat meningkat dari 331 ribu di tahun 1970 menjadi 521 ribu di tahun 1992 dengan estimasi 30 ribu di antaranya karena ekspose terhadap bahan kimia.

Gampang Sakit
“Kita adalah generasi yang paling terekspos oleh bahan kimia dan racun dalam sejarah. Kita juga generasi yang paling banyak menelan makanan olahan, gula, kafein, zat pengawet, steroid, penisillin, alkohol, nikotin dan logam berat serta racun-racun lain,” tambahnya.

Karena jumlah racun itu terlalu banyak, kemampuan alami tubuh untuk membuang racun pun jadi terganggu. Hati sebagai organ utama detoksifikasi jadi kelelahan dan banyak racun tak terbuang.

Tanda-tanda bahwa banyak racun menumpuk di tubuh bisa berupa sakit kepala, bau mulut, berat badan naik, sembelit, sariawan, kulit tampak hitam dan kusam. Dalam jangka panjang tumpukan racun itu tentu tidak boleh dianggap enteng.

Menumpuknya racun juga secara medis menyebabkan kerja sistem kekebalan tubuh jadi berlebihan. Akibatnya, kita jadi mudah sakit ketika ada penyakit masuk ke dalam tubuh kita. “Oleh sebab itu menjalani proses detoksifikasi memudahkan tubuh kita memperbaiki diri kembali, membersihkan dan mengembalikan keseimbangan keseluruhan sistem tubuh,” kata Riani.

Lantas bagaimana mekanisme kerja detoksifikasi itu? “Pada dasarnya, detoksifikasi itu adalah secara temporer berhenti mengonsumsi makanan yang dipercaya mengandung racun seperti daging, gula, susu dan kafein. Diet detoksifikasi biasanya dimulai dengan puasa diikuti oleh diet ketat jus buah dan sayuran mentah serta air,” ujar Jennifer K. Nelson, ahli gizi dari Mayo Clinic, Amerika Serikat.

Ia lebih menyarankan diet gizi seimbang yang terdiri dari sayuran, buah, biji-bijian, daging tanpa lemak dan lemak tak jenuh. Ditambah dengan olah raga teratur dan teknik pengurangan stres, tubuh kita akan jadi lebih sehat.

Tentu jadi lebih sehat kalau kita berhenti memasukkan racun dalam tubuh kita, seperti berhenti merokok, menghindari polusi udara, berhenti makan makanan olahan dan minum suplemen yang mencegah penyerapan racun oleh tubuh.

Lebih baik lagi jika memungkinkan mulai mengonsumsi sayuran buah dan daging organik. Hanya permasalahannya, produk organik ini masih terbatas dan mahal!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com