Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/08/2014, 16:28 WIB

KOMPAS.com - Kalangan muda di kota besar kian keranjingan berolahraga. Berbagai macam komunitas dan ragam alternatif olahraga bermunculan. Di balik kegandrungan ini, sebenarnya bukan sekadar tren. Namun, memang terbit kesadaran yang tengah menggedor benak kaum urban.

Di suatu siang, Riza (31) membawa kedua anaknya yang masih balita ke sebuah studio olahraga mungil di bilangan Cipete Raya, Jakarta Selatan. Studio bernama 20Fit itu mengkhususkan diri pada latihan fisik berintensitas tinggi selama 20 menit dengan dibantu alat penstimulasi otot. Selagi kedua anaknya asyik bermain game di tablet, Riza pun bersiap-siap berlatih.

Tubuh Riza lalu dipasang rompi yang dengan kabel-kabel menjulur yang terhubung dengan sebuah alat penstimulasi otot atau electric muscle stimulation (EMS) buatan Jerman. Setelah EMS diaktifkan, Riza lalu melakukan gerakan-gerakan yang dianjurkan pelatih. Kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya cukup berat. Keringatnya pun bercucuran deras.

”Awalnya saya memang ingin menurunkan berat badan yang berlebih setelah punya anak. Tapi sekarang setelah rajin olahraga macam-macam termasuk EMS ini, saya merasa punya badan bugar itu memang enak sekali. Jadi jarang sakit, ngasuh anak juga lebih enak, enggak cepat capek,” kata Riza.

Salah satu pemilik studio 20Fit, Andini Aisyah, yang juga dikenal Andien sebagai penyanyi jazz, menerangkan, cara kerja EMS adalah dengan mengalirkan listrik berdaya kecil melalui ribuan keping elektroda pada rompi secara berkelanjutan ke beberapa bagian otot.

”Ketika kita melakukan gerakan-gerakan sembari distimulasi, kontraksi terjadi hingga otot-otot terdalam. Namun, dia tidak memperpendek otot, justru memanjangkan dan melenturkan. Dalam 20 menit setara dengan 1,5 jam-2 jam latihan konvensional di gym,” papar Andien.

Efektivitas dan efisiensi yang menonjol dari rezim latihan dengan EMS membuatnya begitu cepat digandrungi meskipun Studio 20Fit baru sekitar dua bulan buka. Sederet pesohor pun kerap berlatih di studio ini. Mulai dari demi mengejar bobot tubuh ideal hingga terapi penguatan otot. Teknologi ini memang awal perkembangannya digunakan untuk terapi pada pasien dengan berbagai masalah, seperti sakit punggung, persendian, cedera otot, hingga kondisi pasca stroke.

”Namun sebaiknya kita jangan berpatokan pada angka di timbangan. Karena yang lebih penting adalah tubuh kuat karena otot terbangun, tanpa harus muscular (otot-otot serba menonjol),” kata Andien.

Di Eropa, khususnya Jerman, berbagai studio mini atau micro gym untuk berlatih dengan EMS sudah lazim. Latihan dengan EMS menjadi pilihan orang urban demi mencapai kebugaran di tengah minimnya waktu yang tersedia sehari-hari.

Menempa tubuh supaya kuat, bugar, dan bertenaga memang menjadi kesadaran banyak kalangan muda saat ini. Tak melulu soal estetika bentuk tubuh. Untuk itu, berolahraga adalah cara krusial yang mau tak mau harus ditempuh. ”Saya penginnya sampai tua bisa tetap kuat seperti sekarang,” ujar Riza optimistis.

CrossFit

Tiga bulan lalu, Muhammad Abgari (33) menyadari ada yang harus diubah dari gaya hidupnya. Bobot tubuh Agam, panggilan akrabnya, mencapai 85 kilogram dengan tinggi tubuh 170 sentimeter. Kadar kolesterol total ayah dari Rayna (4) dan Razka (1) ini bertengger di angka 385 mg/dl, melampaui batas normal 200 mg/dl. Agam lantas bergabung dengan komunitas FitCamp dan CrossFit Equator dan rutin berlatih di pelataran Hotel Garden, di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Seperti di Studio 20Fit, crossfit merupakan olahraga berintensitas tinggi, yakni dilakukan dalam waktu pendek yaitu maksimal selama 15 menit, tetapi sangat menguras tenaga. Dalam waktu pendek itu, peserta melakukan dua atau tiga macam gerakan berulang-ulang dan bergantian dalam jumlah tertentu tanpa putus.

Pendiri komunitas FitCamp dan CrossFit, sekaligus juga pelatih, Pandji Brian, menerangkan, crossfit merupakan olahraga yang memadukan latihan gymnastic dan angkat beban. Model olahraga ini awal perkembangannya digagas mantan pesenam Greg Glassman di California, Amerika Serikat, sejak pertengahan tahun 1990-an. Lama-kelamaan, crossfit berkembang pesat di AS dan di berbagai belahan dunia.

Di Jakarta, Indonesia, Brian memulainya di garasi rumahnya di kawasan Simprug, Jakarta Selatan, pada tahun 2011. Selain crossfit, Brian juga memperkenalkan fitcamp, yang memiliki rezim latihan yang serupa dengan crossfit namun tanpa angkat beban. Biasanya, setelah mengikuti fitcamp, orang akan tergerak masuk ke latihan crossfit.

Pada prinsipnya, crossfit merupakan rezim latihan fisik yang bertumpu pada gerakan-gerakan fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Gerakan-gerakan itu seperti berjongkok, melompat, mendorong, menarik, dan melempar. Angkat beban pun diperlukan karena dalam kehidupan sehari-hari hal itu dilakukan oleh siapa pun, seperti menggendong anak serta mengangkat atau mendorong perabot.

Olahraga crossfit bertujuan mencapai kebugaran dan kekuatan tubuh yang maksimal, bukan semata estetika bentuk tubuh. Tujuannya, setiap orang bisa tetap kuat, bugar, dan bertenaga hingga di usia tua. Sementara, kehilangan bobot tubuh yang berlebih bersifat bonus yang akan sangat menyenangkan.

”Sekarang setelah tiga bulan rutin latihan, bobot saya 75 kilogram, stabil. Tapi ukuran pakaian, terutama celana sempat tetap turun walaupun bobotnya sudah tetap stabil,” ujar Agam.

Pengalaman serupa juga dialami Monique Hardjoko (37). Gaya hidup Monique diakuinya berantakan. Makan seenaknya, merokok, dan tidak berolahraga. Dengan tinggi 160 sentimeter, bobot Monique sempat mencapai 76 kilogram. Ibu dua anak ini pun sempat mencoba beragam diet yang bersifat instan. Walau sempat turun, tetapi tak bertahan lama. Dia pun bertekad berubah dengan diawali berhenti merokok.

Kini setelah rutin berlatih crossfit, bobot Monique telah stabil di angka 55 kilogram. ”Ajaibnya, walau beratku tetap di 55 kg, ukuran bajuku turun 3 tingkat ke size 6. Dulu malah 14. Ini karena badan jadi toned (memadat), lebih banyak otot yang menggantikan massa lemak,” kata Monique.

Brian juga mengingatkan, ada keyakinan yang keliru di kalangan orang awam pada umumnya soal bobot tubuh. Padahal, yang lebih penting tubuh memadat, kencang, dan lentur sehingga kekuatan dan fleksibilitas membaik.

Meski begitu, Monique dan Agam menganggap pencapaian tampilan fisik itu sebagai bonus. Hal-hal lain di luar tampilan jauh lebih disyukuri. Monique merasa jauh lebih produktif dan bertenaga sehari-hari dalam bekerja. Tidak mudah mengantuk setelah makan siang dan performa kerja pun meningkat.

Begitu pula dengan Agam yang mengaku ingin tetap sehat sehingga bisa menyaksikan anak-anaknya tumbuh besar hingga dewasa. ”Kalau saya sederhana saja. Di umur 60 tahun ke atas nanti bisa gampang langsung berdiri dari duduk, kuat jalan, naik tangga, gampang angkat barang, dan bisa tetap kuat angkat galon air minum,” kata Brian tertawa. (Sarie Febriane)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com