Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/08/2014, 14:21 WIB

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan, malaria yang kebal terhadap obat artemisinin-based combination therapy (ACT) bisa terjadi akibat salah dosis, kepatuhan minum obat yang buruk, ACT palsu, atau pengobatan tak memakai ACT, melainkan hanya satu jenis obat. Meski demikian, sejauh ini belum ada laporan malaria resisten di Indonesia.

Perubahan lingkungan

Guru Besar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Nasrin Kodim menyebutkan, desakan manusia terhadap hutan dan perdagangan satwa liar yang marak menjadi contoh penyebab terjadi lompatan patogen dari satwa ke manusia. Interaksi manusia dengan satwa liar kian terbuka.

Alat transportasi canggih memungkinkan manusia berpindah dari satu negara ke negara lain dengan cepat, bahkan lebih cepat dari masa inkubasi penyakit. Akibatnya, penyebaran penyakit lintas negara kini bisa berlangsung singkat.

”Indonesia yang ada di daerah tropis berisiko tinggi terhadap ancaman penyakit. Iklimnya amat cocok untuk berkembangbiaknya penyakit,” kata Nasrin. Sanitasi yang buruk dan peternakan intensif memicu kemunculan penyakit zoonosis.

Menurut Nidom, pengobatan canggih memungkinkan sumber penyakit bermutasi dalam tubuh. Penyakit itu akan beradaptasi terhadap obat sehingga memunculkan varian penyakit baru. Karena itu, penyakit-penyakit menular, terutama bersumber binatang, masih akan menjadi ancaman serius kesehatan masyarakat global.

Kemampuan riset

Terkait hal itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio mengatakan, Indonesia memiliki banyak sumber daya peneliti yang kompeten. Contohnya, Eijkman mempunyai para peneliti yang amat kompeten dalam riset dasar. Selama ini, mereka terlibat dalam riset vaksin dan penyakit menular, seperti flu burung.

Bahkan, lembaga riset itu telah memiliki peta genom malaria di Indonesia. Hal itu akan bermanfaat bagi deteksi dan pengambilan kebijakan pengendalian penyakit menular yang baru ataupun kembali muncul.

Di tengah ancaman penyakit menular yang bisa mewabah, hal terpenting adalah kemampuan mendeteksi, mencegah merebaknya penyakit, dan melihat tren epidemiologi penyakit. (Adhitya Ramadhan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com