Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/09/2014, 19:44 WIB
Lusia Kus Anna

Editor


KOMPAS.com - Salah satu gejala umum penyakit gangguan jiwa berat seperti skizofrenia adalah halusinasi serta memiliki keyakinan kuat akan sesuatu yang tidak nyata. Oleh karena itu banyak pasien yang dianggap terkena guna-guna, kutukan, atau pun santet. Biasanya pihak keluarga akan langsung membawa pasien skizofrenia ke paranormal.

"Padahal skizofrenia itu penyakit gangguan di otak yang bisa diobati secara medis. Yang terganggu adalah cara berpikirnya sehingga timbul beberapa gejala. Jadi bukan karena kuturan atau santet," kata Dr.A.A Ayu Agung Kusumawardhani, Sp.KJ(K), dalam acara media edukasi menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Jakarta (9/9/14).

Perayaan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun ini mengambil tema "Living with Schizophrenia" yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman akan pentingnya terapi dini yang tepat bagi orang dengan skizofrenia (ODS), serta mengajak masyarakat untuk memberi dukungan dan menerima ODS agar aktif dan produktif di tengah masyarakat.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat mencapai 1,72 per 1000 penduduk. "Angka tersebut termasuk kecil karena jumlah yang sebenarnya mencapai satu sampai tiga persen," kata Dr.Eka Viora Sp.KJ, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan, dalam acara yang sama.

Dokter Agung menjelaskan, gejala skizofrenia antara lain halusinasi, baik itu mendengar, melihat, atau merasakan hal-hal yang tidak didengar, dilihat, atau dirasakan orang sehat. Gejala lainnya adalah delusi atau waham, yaitu isi pikiran tidak sesuai dengan kenyataan dan tetap yakin meski telah ditunjukkan bukti bahwa isi pikirannya salah. Misalnya seseorang yakin dirinya utusan Tuhan.

"Perjalanan penyakit skizofrenia sebenarnya dimulai sejak usia anak-anak dan di usia remaja mulai timbul gejala. Jika ini bisa dideteksi sejak awal dan juga diintervensi, pasien bisa hidup produktif seperti orang sehat," katanya.

Gejala yang perlu diwaspadai orangtua antara lain anak mengalami penurunan prestasi akademik di sekolah, yang semula ceria jadi pemurung, menarik diri, serta gangguan konsentrasi.

Ditambahkan oleh dr.Agung, kebanyakan ODS sudah terlambat dibawa ke dokter. "Penyakit ini kurang dipahami sehingga biasanya keluarga pasien keliling-keliling dulu mencari 'orang pintar'. Padahal jika tidak segera diobati penyakitnya akan berdampak panjang," ujarnya.

Terapi pengobatan ODS antara lain obat-obatan dan psikoterapi (konseling). Pengobatan diberikan untuk menurunkan gejala skizofrenia, sedangkan konseling dapat membantu pasien memahami, menerima, dan menjalani penyakitnya.

"Obat-obatan biasanya harus terus diminum selama dua tahun. Tujuan dari terapi pengobatan adalah gejala-gejalanya tidak muncul, pasien bisa mandiri dan kembali ke fungsinya," kata dr.Agung.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com