Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Legenda Putri Duyung Terinspirasi dari Penyakit Langka

Kompas.com - 29/09/2014, 11:59 WIB
Kevin Sanly Putera

Penulis

Sumber Dailymail

KOMPAS.com - Selama ribuan tahun cerita khayalan tentang gadis cantik yang memiliki ekor seperti ikan atau putri duyung telah menjadi legenda dan dongeng anak-anak. Para ahli menduga putri duyung kemungkinan terinspirasi dari kondisi medis yang disebut sirenomelia.

Sirenomelia atau sindrom putri duyung adalah kelainan dimana kaki penderita memutar dan menyatu sehingga menyerupai ekor ikan duyung. Kelainan yang langka ini sebenarnya mengancam jiwa orang yang mengalaminya.

Ahli sejarah medis Lindsey Fitzharris dari Universitas Oxford mengatakan, sirenomelia dipicu oleh kegagalan sistem peredaran darah di kandungan, ketika tali pusat bayi gagal membentuk dua arteri. Akibatnya, janin tidak mendapat persediaan darah yang memadai.

Pembuluh darah tunggal tersebut lalu "mencuri" darah dan nutrisi dari tubuh bagian bawah. Hal ini akan mengubah bagian tubuh tersebut menjadi plasenta. Di sisi lain, malnutrisi yang diderita janin akan membuatnya gagal membentuk sepasang kaki.

Sirenomelia sangat langka karena terjadi pada 1 dari 100.000 bayi, tapi mayoritas dialami  kembar identik. Bayi dengan sirenomelia biasanya hanya bertahan hidup beberapa hari dan lebih dari setengahnya mati saat dilahirkan.

Karena kelangkaan kasus, Fitzharris mengaku sulit mengumpulkan informasi tentang kasus seperti ini. "Kasus ini terlalu langka, saya juga kesulitan menemukan contoh anatomi bayi sirenomelia," kata Fitzharris.

Ia sempat mencari di Museum Hunterian di London dan tidak membuahkan hasil. Namun ia pernah mendengar ada bayi yang lahir dengan kondisi sirenomelia yang diawetkan di pajang di abad 19.

Koleksi fetus terlengkap sejauh ini ada di Museum Vrolik, Amsterdam. Terdapat lebih dari 5000 contoh anatomi manusia dan hewan, termasuk anomali embriologi, patologi, dan bawaan sejak lahir.

Ia menjelaskan, hanya sedikit bayi dengan sirenomelia yang berumur panjang. Kebanyakan meninggal dunia beberapa hari setelah dilahirkan karena gagal ginjal atau kandung kemih.

Meskipun kemungkinan hidupnya kecil, sejarah mencatat beberapa nama yang berhasil bertahan hingga dewasa. Salah satunya Tiffany Yorks.

Pada 1988, Yorks menjalani operasi pemisahan kaki sebelum ulang tahun pertamanya. Dia masih kesulitan untuk bergerak karena tulangnya yang rentan. Karena alasan itu pula, Yorks harus memakai kursi roda atau tongkat penyangga untuk bergerak. Di usianya yang ke-26, ia menjadi orang yang berhasil mengatasi kondisi sirenomelia paling lama.

Selain Yorks, ada anak perempuan Peru yang dipanggil 'duyung cilik' bernama Milagros Cerron. Kondisi sirenomelia Cerron menyebabkan kakinya menyatu dari pangkal paha sampai tumit dengan posisi kaki terentang.

Pada Juni 2005, sejumlah dokter berhasil memisahkan kaki Cerron, dari kaki bagian bawah sampai atas lutut. Selanjutnya pada tahun 2006, 8 dokter spesialis berhasil melakukan operasi kedua untuk Cerron yang sudah berusia dua tahun. Operasi ini bermaksud memisahkan jaringan yang masih menyatu di bagian lutut ke pangkal paha.

Meskipun organ jantung dan paru-parunya sehat, Cerron mengalami cacat pada ginjal kiri dan punya ukuran ginjal kanan yang sangat kecil, terletak terlalu bawah pada tubuhnya. Saluran pencernaan, kemih, dan alat kelamin Cerron juga terhubung dalam satu saluran yang sama.

Di tahun 2012, Cerron yang sudah berusia tujuh tahun membutuhkan transplantasi ginjal untuk memperbaiki saluran kemihnya. Sebelumnya dokter memperhitungkan Cerron masih membutuhkan setidaknya 16 operasi lagi untuk memperbaiki saluran pencernaan, kandung kemih, dan organ seksualnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com