Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/10/2014, 14:20 WIB

KOMPAS.com - Wabah ebola Afrika Barat menjalar liar dan mencemaskan dunia. Sejumlah negara memeriksa ketat arus manusia di bandara, hotel, dan lokasi yang disinggahi orang yang terjangkit ebola. Di Jakarta, Kementerian Kesehatan menegaskan siap mengantisipasi penanganan penyakit akibat virus ebola.

Rasa cemas tak hanya terlihat di negara-negara Afrika, tetapi juga di Amerika, Eropa, bahkan Asia. Warga Taiwan mulai khawatir setelah otoritas kesehatan mengisolasi seorang perempuan asal Nigeria di Rumah Sakit Taoyuan, Kamis (9/10), untuk memastikan status kesehatannya.

Wartawan Kompas, Dewi Indriastuti, dari Washington DC, AS, melaporkan, Presiden Bank Dunia Jim Yong-kim menyerukan tindakan cepat mengendalikan wabah ebola. Sierra Leone, Liberia, dan Guinea sudah merasakan dampak ekonomi. Sedikitnya 6 juta anak tak bisa bersekolah. Tanpa aksi segera, masa depan Afrika terancam.

Kemarin, sekitar 200 petugas kebersihan kabin di Bandara LaGuardia, New York, AS, mogok kerja. Mereka memprotes kurangnya perlindungan dari ancaman virus ebola saat mereka membersihkan muntahan dan kamar kecil di pesawat.

Ebola dengan mudah menjalar lewat cairan tubuh, termasuk muntahan. ”Kami harus berurusan dengan muntahan dan tak punya pelindung yang cukup saat bekerja, seperti sarung tangan,” kata Antonia Alvarado dari Air Serv, seperti dikutip Service Employees International Union, serikat pekerja jasa terbesar di AS.

”Bangsa ini ketakutan, warga juga khawatir. Mereka takut karena tingkat kematian sangat tinggi. Mereka takut karena perlu belajar dan memahami fakta-fakta penyakit itu,” kata Menteri Kesehatan AS Sylvia Burwell.

Otoritas AS pun memperketat pemeriksaan di lima bandara utama yang dilalui pendatang dari Guinea, Liberia dan Sierra Leone, tempat ebola mengakar dan mengganas. Sedikitnya 26 anggota DPR AS juga mengusulkan larangan perjalanan dan pembatasan visa ke tiga negara itu.

Meningkat

Kecemasan global meningkat setelah Teresa Romero, perawat RS La Paz-Carlos III, Spanyol, positif tertular ebola setelah merawat dua misionaris asal Spanyol yang terpapar ebola saat bertugas di Liberia dan Sierra Leone. Romero adalah pasien pertama yang terinfeksi ebola di luar Afrika.

Kecemasan warga AS bertambah sejak Thomas Eric Duncan, pria AS asal Liberia, meninggal 10 hari setelah didiagnosis positif ebola di Texas, tak lama setelah tiba dari negeri asalnya.

Macedonia juga dalam siaga penuh setelah seorang warga Inggris meninggal dengan dugaan menderita ebola. Seorang warga Inggris lain dirawat karena menunjukkan gejala serupa. Keduanya tinggal di salah satu hotel di Skopje, ibu kota Macedonia. Pegawai hotel dan kru ambulans yang terlibat kontak langsung dengan mereka telah diisolasi.

Di Praha, Ceko, seorang pria Ceko dirawat di ruang isolasi RS Bulovka karena gejala terjangkit virus ebola. Menurut juru bicara RS, pria itu baru-baru ini pergi ke Liberia. Otoritas Australia, Jumat, memeriksa perawat Palang Merah berusia 57 tahun di Cairns, yang menderita demam setelah pulang dari Sierra Leone.

Masyarakat internasional, Kamis, dalam sebuah pertemuan menyepakati tindakan cepat untuk memerangi ebola. Pertemuan itu dihadiri petinggi organisasi global, lembaga kesehatan, organisasi non-pemerintah serta kepala negara Guinea, Liberia, dan Sierra Leone, untuk menghimpun reaksi global atas wabah ebola.

Beberapa negara di Asia juga membantu penanganan krisis di Afrika Barat. Menteri Kesehatan Filipina Enrique Ona mengatakan, Filipina akan mengirimkan pekerja kesehatan. Bantuan staf dan peralatan medis juga diberikan Tiongkok, Korea Selatan, Australia, dan Jepang.
Siap

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, di Jakarta, mengatakan, Indonesia sudah mengantisipasi wabah ebola. Kesiapan mencakup tenaga kesehatan, laboratorium, hingga rumah sakit. Tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan rujukan ataupun pintu masuk negara juga disiagakan.

”Kami siap. Fasilitas kesehatan, laboratorium, tenaga kesehatan, dan tata laksana penanganan pasien sudah mampu menangani,” kata Nafsiah.

Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), yang sudah terakreditasi dengan tingkat keamanan biologi 3 (BSL-3), pernah memeriksa tiga sampel terduga ebola yang semua negatif. Laboratorium BSL-3 lain di Indonesia adalah Institute of Human Virology and Cancer Biology (IHVCB) Universitas Indonesia, Institut Penyakit Tropis Universitas Airlangga, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Kepala Balitbangkes Tjandra Yoga Aditama mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan agar kembali menginformasikan tenaga kesehatan untuk selalu menaati prosedur keamanan saat menangani pasien penyakit menular.

Tata laksana penanganan pasien penyakit ebola tidak jauh beda dengan penanganan pasien penyakit menular lain, seperti sindrom pernapasan akut parah (SARS), flu burung, dan MERS-CoV. Semuanya mengharuskan pasien diisolasi ketat. Cara penularannya saja yang beda.

Penularan virus ebola ke manusia terjadi melalui kontak langsung cairan tubuh, seperti darah, sekresi tubuh, dan organ lain dari pasien. Di Afrika, pasien semula terinfeksi virus dari simpanse, gorila, monyet, dan satwa yang ditemukan sakit atau mati di hutan hujan. Virus lalu menyebar ke komunitas sehingga terjadi penularan antarmanusia, seperti yang terjadi di Spanyol.
(ADH/AFP/AP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com