Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/02/2015, 14:10 WIB

KOMPAS.com —
Puncak siklus lima tahunan penyebaran demam berdarah dengue diperkirakan terjadi pada 2015. Itu ditandai dengan peningkatan jumlah kasus penyakit tersebut di sejumlah daerah. Masyarakat pun diimbau waspada dan aktif mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang menularkan penyakit itu.

Hal tersebut dipaparkan Tim Eliminate Dengue Project (EDP) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam jumpa pers, Senin (2/2), di Yogyakarta.

”Akhir-akhir ini, beberapa kabupaten/kota di Indonesia menyatakan ada KLB (kejadian luar biasa) demam berdarah. Berdasarkan data yang ada, kasus demam berdarah naik setiap lima tahun sekali,” kata peneliti utama EDP, Riris Andono Ahmad.

Pada tahun 2005 dan 2010, kasus demam berdarah dengue (DBD) naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Melihat tren akhir-akhir ini, jumlah kasus DBD diprediksi naik dibandingkan dengan jumlah kasus 2014. ”Penyebab siklus lima tahunan belum diketahui pasti, kemungkinan terkait cuaca,” katanya.

Untuk mengantisipasi siklus lima tahunan demam berdarah, masyarakat diimbau melakukan sejumlah langkah. Salah satunya adalah mengenali karakteristik nyamuk Aedes aegypti. ”Nyamuk Aedes aegypti biasanya menggigit pada pagi dan sore serta senang hidup di genangan air bersih,” kata Riris.

Ia menjelaskan, nyamuk Aedes aegypti amat adaptif pada kondisi manusia. Hewan itu tidak bersuara saat terbang, berukuran kecil, dan gigitannya tidak menimbulkan rasa sakit. Nyamuk tersebut biasanya menggigit bagian bawah tubuh manusia karena ketinggian terbang nyamuk itu hanya sekitar 1 meter.

”Dengan karakteristik itu, gigitan nyamuk Aedes aegypti kerap tak disadari,” kata Riris. Untuk mengantisipasi DBD, perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti mesti dicegah. Caranya, menguras bak mandi dan tempat penampungan air bersih, mengubur sampah yang menimbulkan genangan air, dan menutup tempat penampungan air terbuka.

Selain itu, pencegahan gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan mengenakan celana panjang dan kemeja lengan panjang. ”Untuk murid SD dan SMP yang memakai celana pendek, pengelola sekolah bisa menyarankan siswa memakai celana panjang untuk sementara atau memakai obat antinyamuk,” kata Riris.

Kenali gejala

Peneliti EDP, Eggi Arguni, menyatakan, masyarakat tak boleh terlambat memeriksakan kerabat yang mengalami gejala DBD. Beberapa gejala penyakit itu antara lain demam tinggi dengan suhu tubuh 39-40 derajat celsius, nyeri kepala dan otot, mual, kadang disertai bintik-bintik merah. ”Jika demam tinggi lebih dari 48 jam, kemungkinan besar terjangkit demam berdarah,” ujarnya.

Di sejumlah daerah dilaporkan peningkatan jumlah kasus DBD. Di Kota Padang, Sumatera Barat, Januari lalu, 48 warga dirawat di rumah sakit dan 2 pasien meninggal. Namun, pemerintah daerah setempat belum menetapkan status KLB DBD.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Eka Lusti, di Padang, kemarin, menyatakan, status kejadian luar biasa DBD belum ditetapkan karena belum ada peningkatan kasus secara signifikan dari bulan sama pada 2014 yang sebanyak 50 kasus. ”Status KLB ditetapkan jika jumlah kejadian bulan ini dua kali dari bulan yang sama tahun lalu,” katanya.

Di Provinsi Sumatera Selatan, pada Januari, ada 335 pasien DBD, naik 54 persen dari Desember 2014 yang sebanyak 217 penderita. Dua penderita di antaranya meninggal. Menurut Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Sumsel Mulyono, peningkatan tajam kasus DBD di Sumsel terjadi sejak Desember 2014.

Dengan peningkatan kasus itu, Sumsel berstatus waspada DBD. Penyebaran DBD diperkirakan mencapai puncak pada Maret nanti. Untuk itu, sejumlah upaya pencegahan DBD dilakukan antara lain pengasapan di daerah permukiman dan pendeteksian dini DBD di puskesmas.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Akhyani Raksanagara menyatakan, penyebaran DBD di kota itu perlu diwaspadai mengingat tingginya mobilitas warga dari daerah lain. Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berharap perangkat kesehatan di Jabar siaga DBD dengan menyiapkan layanan hingga ketersediaan ruang perawatan.

Penularan DBD juga meluas di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Hingga 31 Januari 2015, ada 181 kasus DBD, satu korban meninggal. Namun, pemerintah daerah belum menganggarkan dana pemberantasannya. (ZAK/HRS/IRE/CHE/NIT/ADH/B07/B08)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com