Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/02/2015, 14:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Jumlah kasus penyakit kencing tikus (leptospirosis) di DKI Jakarta meningkat setiap Februari. Hal itu terjadi karena Februari merupakan puncak musim hujan dan sering terjadi saat banjir melanda Ibu Kota.

Kepala Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi, Jumat (13/2), menjelaskan, ada satu kasus leptospirosis di Jakarta Barat pada banjir tahun ini. Adapun pada Februari 2013 jumlah penyakit kencing tikus sebanyak 31 kasus. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya yang berjumlah 0-27 kasus.

Pada Februari 2014, jumlah penyakit kencing tikus sebanyak 69 kasus. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya yang berjumlah 0-16 kasus.

Menurut Koesmedi, meski jumlah kasus penyakit kencing tikus tak sebanyak kasus penyakit lainnya, leptospirosis wajib diwaspadai karena penyakit yang menular melalui air atau tanah yang tercemar urine hewan ini bisa menyebabkan gangguan ginjal, gangguan jantung, keguguran, dan menyebabkan kematian.

Jakarta Barat adalah wilayah yang paling rawan penyakit tersebut. Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat Dewi Setiasari mengatakan, kasus leptospirosis terjadi berulang dari tahun ke tahun. Wilayah yang paling rawan adalah Kalideres dan Cengkareng karena ada banyak gudang.

Seseorang yang terluka dan berkontak langsung dengan air yang terkontaminasi kuman leptospira dapat terancam penyakit leptospirosis. Masa penularan penyakit ini biasanya 7-10 hari. Pasien akan mengeluh gejala panas dingin, kulit ngilu di bagian otot, nyeri betis, ada bercak-bercak merah, dan mata menjadi kuning.

Dewi mengimbau warga untuk menjaga kebersihan lingkungan, antara lain menghindari bermain air pada saat banjir. Saat banjir, warga lebih baik menggunakan sepatu sebagai pelindung. Puskesmas dan suku dinas kesehatan akan melakukan sosialisasi atau penyemprotan saluran antiseptik untuk mencegah penularan kencing tikus di Jakbar. Namun, upaya ini akan dilakukan setelah banjir surut.

Adapun beberapa pengungsi banjir di Kelurahan Rawabuaya, Cengkareng, Jakarta Barat, menderita penyakit ISPA, gatal-gatal, dan diare selama berada di posko pengungsian. Selama posko kesehatan dibuka, jumlah pengunjung mencapai 9.581 orang.

”Tomcat”

Banjir di wilayah Jakarta Utara memaksa warga tetap berada di pengungsian. Puluhan warga yang mengungsi tersebut mulai terkena demam, diare, ataupun flu. Di lokasi pengungsian Stadion Tugu, Koja, belasan warga bahkan terkena serangan serangga jenis tomcat.

Beberapa warga mengeluhkan perih dan gatal pada wajah, leher, dan anggota tubuh lainnya karena terkena cairan tomcat. Kulit mereka memerah dan terdapat bekas luka mirip melepuh.

Dahlia (30), pengungsi, mengatakan, dirinya dan beberapa rekannya terkena serangan tomcat sehingga menambah penderitaan di pengungsian.

Habitat tomcat yang biasanya berada di rawa atau ladang turut terganggu akibat banjir. Hewan predator hama ini pun turut berpindah di daerah yang memiliki sumber cahaya.

Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi mengatakan, perbaikan lokasi pengungsian harus termasuk penyediaan fasilitas dan penambahan toilet bergerak. Setidaknya ada satu lokasi pengungsian yang nyaman di satu RW. Apalagi, Jakarta Utara sudah hampir dipastikan terkena dampak banjir setiap tahun.

Selama lima hari banjir menggenangi wilayah Jakarta Utara, sekitar 15.000 warga harus mengungsi dengan total 191 titik pengungsian. Banjir tersebut menggenangi 22 kelurahan dari total 31 kelurahan yang ada.

Banjir juga merenggut sejumlah nyawa di Jakarta Utara. Tiga orang tewas kesetrum dan satu orang terkena serangan stroke saat banjir masih tinggi. (JAL/DEA/DNA)

 
 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com