Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/02/2015, 18:00 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
–Hari valentine adalah hari kasih sayang yang selama ini dikaitkan dengan hubungan asmara pria dan wanita. Padahal, makna hari kasih sayang sebenarnya luas, tak hanya antara laki-laki dan wanita.

Hari Valentine juga bukan momentum untuk melakukan seks bebas bagi para remaja yang sudah mengenal cinta. Sangat disayangkan ketika muncul paket cokelat berhadiah kondom  menjelang Hari Valentine atau kamar hotel yang member diskon di Hari Valentine bagi pasangan yang ingin menginap.

Kedua contoh tersebut nampaknya ingin mengaitkan Hari Valentine dengan seks. Pergeseran makna ini pun harus disikapi agar tidak membentuk pandangan yang salah terhadap Hari Kasih Sayang.

“Kasih sayang itu tidak berkonotasi dengan seksual. Enggak ada korelasinya sebetulnya. Ada cokelat dikaitkan dengan kondom, apakah cinta itu harus selalu dengan hubungan seksual? Ini pemahaman yang harus diberikan secara masif kepada adik-adik kita,” ujar Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Advianti beberapa waktu lalu.

Menurut Maria, para remaja seharusnya didorong untuk merayakan valentine dengan kegiatan yang positif. Anggapan seks bebas agar remaja dibilang keren atau gaul tentu salah. Berpikirlah jangka panjang, jangan hanya kenikmatan sesaat.

“Tidak seks bebas itu lebih keren dan gaul. Kalau kamu melakukan hubungan seksual pranikah nanti setelahnya bagaimana? Itu pertanyaan agar mereka punya pemikiran lebih panjang,” lanjut Maria.

Kasih sayang pun tak hanya diberikan pada Hari Valentine saja, tetapi sepanjang hari lainnya. Menunjukkan kasih sayang kepada orang terkasih boleh-boleh saja. Kepada remaja, pengertian kasih sayang harus dipahami dengan tepat.

“Kasih sayang itu bukan seks. Diberi pengertian cinta itu seperti apa, yaitu bagaimana menghargai pacarnya, melindungi, menjadikan orang yang kita sayagi jadi yang terbaik. Merasa bangga punya pacar masih perawan, yang laki-laki juga bangga bisa menjaga keperjakaan,” terang Frenia TADS Nababan dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

Hari Valentine bisa dijadikan momen untuk menebar kasih sayang kepada orang-orang disekeliling kita. Kepada ayah, ibu, kakak, kakek, nenek, dan teman-teman.

Risiko seks bebas
Seks bebas dapat berbuntut panjang yang merugikan. Seperti diketahui, seks bebas meningkatkan risiko penularan virus HIV hingga kehamilan tidak dikehendaki. Tak hanya kesehatan reproduksi yang dapat bermasalah, tetapi psikososial.

Bagi remaja, kehamilan yang tidak dikehendaki dapat menyebabkan masalah serius. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Nurdadi Saleh mengatakan, hamil usia dini atau yang terjadi sebelum usia 21 tahun meningkatkan risiko melahirkan bayi prematur, memiliki kelainan bawaan, hingga kematian.

Wanita yang hamil usia dini pun berisiko tinggi mengalami preeklampsia yang juga bisa berujung pada kematian sang ibu. Sebab, pertumbuhan panggul hingga sel telur seorang remaja belum sempurna. Dampak lainnya, kehamilan tidak diinginkan bisa memicu remaja melakukan aborsi tidak aman.

Pendidikan kesehatan reproduksi
Pendidikan kesehatan reproduksi merupakan hal penting yang perlu diketahui sejak dini. Wakil Ketua PKBI Program Remaja, Bahaludin Surya mengatakan, kesehatan reproduksi bahkan sebaiknya sudah diajarkan pada pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD). Hal ini untuk menghindari kekerasan seksual pada anak-anak.

Anak perempuan misalnya, diberi pengertian bahwa bagian organ intim mereka  tidak boleh disentuh oleh siapapun kecuali ibunya.

Kemudian pendidikan kesehatan reproduksi diberikan kepada remaja SMP dan SMA. PKBI pun memberi pengertian pacaran yang sehat untuk menghindari kehamilan tidak diinginkan dan penyakit menular seksual.

“Pada anak SMP, istilah pacaran kita ubah bahasanya jadi bersahabat dengan baik,” jelas pria yang akrab disapa Ibil ini.

Pendampingan juga diberikan pada remaja yang telah mengalami kehamilan tidak diinginkan. Mereka diharapkan tidak terjerumus dalam melakukan aborsi tidak aman.

Selain itu, Direktur Direktorat Bina Kesehatan Remaja BKKBN Temazaro Zega mengatakan, pihaknya kini juga mulai gencar memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja SMP. Sebab, remaja SMP kini juga berisiko melakukan seks pranikah.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2010, seks pranikah telah terjadi pada laki-laki maupun perempuan pada usia 10-24 tahun.  Alasan mereka melakukan seks bebas, yaitu sebagian besar karena penasaran, kemudian terjadi begitu saja, dipaksa,ingin kawin, dan lain-lain.

Sementara itu, menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, 10 persen remaja berusia 15-19 tahun telah menjadi ibu.

Melihat pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi, PKBI pada Kamis (12/2/2015) lalu juga telah mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ke Mahkamah Konstitusi. Mereka berharap materi kesehatan reproduksi secara komprehensif dapat masuk kurikulum pendidikan.

 
 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com