Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/03/2015, 12:06 WIB

KOMPAS.com - Sejak zaman dahulu kala, para pria sudah mencoba berbagai cara untuk mengatasi gangguan sulit ereksi yang dialaminya. Jika di era modern ini kita lebih mengenal Viagra sebagai obat antiimpotensi, jauh sebelum itu ada banyak berbagai jenis pengobatan yang sudah dicoba.

Dalam pengobatan Tiongkok kuno, mereka sejak dulu sudah melakukan tusuk jarum untuk para pria yang penisnya susah ereksi. Sementara itu di zaman Mesir kuno mereka percaya iblis menyebabkan impotensi dan cara mengobatinya adalah dengan menggosokkan bayi buaya ke organ intim pria.

Orang Yunani dan Roma kuno mengonsumsi ular, demikian pula dengan buah zakar atau torpedo kambing dan ayam jantan.

Di zaman pertengahan, orang-orang percaya para penyihir adalah penyebab seorang pria mengalami impotensi.

Sekitar tahun 1600-an, ada anggapan bahwa pengobatan terbaik mengatasi impotensi adalah dengan sentuhan seorang wanita. Lalu di tahun 1700 - 1800, diperkenalkan ramuan berupa balsem untuk mengatasi berbagai masalah pria. Ramuan itu terdiri dari jahe, kulit jeruk, zinc, kokain, asam cuka, brandy, ganja, dan masih banyak lagi.

Lalu di era 1770-an, masa di mana percobaan listrik banyak digunakan di berbagai bidang, pengobatan memakai listrik pun dicoba.

Tahun 1873 dilakukan operasi pertama yang sukses mengatasi disfungsi ereksi. Operasi itu dilakukan oleh seorang dokter Italia dengan cara menyumbat pembuluh darah yang mengeringkan darah dari penis.

Maju ke tahun 1919, seorang dokter di Rusia mencangkokkan jaringan testis monyet ke manusia. Sayangnya cara ini tak berhasil mengatasi impotensi. Operasi ini memicu banyaknya operasi transplantasi jaringan ke manusia dari donor kambing, rusa, hingga mayat.

Di tahun 1935, para ilmuwan menemukan testosteron, yang kelak akan menjadi fokus dari pengobatan disfungsi ereksi. Lalu di tahun 1960-an, fakta bahwa banyak hewan yang memiliki tulang penis, dokter mendapat ide untuk mencangkokkan tulang tersebut pada manusia.

Di tahun 1973, dunia kedokteran menciptakan pompa untuk memicu ereksi pada pria. Metode ini masih dipakai sampai saat ini.

Di tahun 1980an, seorang dokter bedah di Perancis secara tak sengaja menyuntik penis pasiennya dengan obat papaverin dan menghasilkan ereksi spontan. Lalu lahirlah metode pengobatan injeksi pada penis.

Tahun 1998, Viagra ditemukan. Walau sangat efektif, tapi obat ini tidak bekerja pada setiap pria dan memiliki efek samping tak menyenangkan seperti urine berdarah.

Di tahun 2000, tim ilmuwan menemukan bahwa gigitan dari laba-laba beracun asal Brasil bisa menyebabkan ereksi yang bertahan lama. Mereka menemukan bahwa bisa tersebut mengandung protein PnTx2-6 yang bisa mengatasi impotensi.

Para ahli bahkan berhasil mengisolasi protein ini dari bisa laba-laba dan percobaan pada tikus sukses menghasilkan ereksi. Percobaan ini memang baru pada tahap awal, tetapi cukup menjanjikan untuk dijadikan obat antiimpotensi generasi terbaru.

Walau belum ada jaminan pengobatan yang efektif untuk disfungsi ereksi, tapi masih ada harapan besar para ilmuwan akan menemukan obat yang ditunggu pria di seluruh dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com