Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/03/2015, 14:48 WIB

MAKASSAR, KOMPAS — Pemerintah terus mengkaji rencana kenaikan iuran kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Rancangan kenaikan iuran itu ditargetkan rampung akhir Maret 2015 untuk mengejar batas waktu usulan pagu anggaran ke Kementerian Keuangan.

Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek menyatakan hal itu di sela-sela Rapat Kerja Kesehatan Nasional Regional Timur 2015, Selasa (10/3), di Makassar, Sulawesi Selatan. Rapat diikuti semua kepala dinas kesehatan, pejabat dinas kesehatan, dan kepala rumah sakit dari 10 provinsi di kawasan timur Indonesia.

"Sampai kini belum ada besaran angka yang ditentukan karena semua masih dalam hitungan. Kami berharap secepatnya rampung. Kenaikan iuran tak bisa lagi ditunda karena soal kesehatan meningkat. Penyakit makin beragam dan berat," ujarnya.

Ia mencontohkan, dulu penyakit yang banyak diderita masyarakat hanya alergi, cacingan, dan batuk. Kini kian banyak penderita penyakit berat, seperti gagal jantung, gagal ginjal, dan stroke. "Perkembangan dunia, ekonomi, memengaruhi pola perkembangan penyakit," katanya.

Makin beragamnya penyakit, lanjut Nila, membuat penyelenggara harus berhitung kembali besaran dana kesehatan yang berdampak pada kenaikan iuran. "Tentu kenaikan iuran itu akan dibarengi peningkatan layanan kesehatan. Kami belum menemukan angka pasti kenaikan iuran, masih kami hitung. Ada banyak variabel yang jadi pertimbangan," ujarnya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjelaskan, pihaknya terus membahas rencana kenaikan iuran JKN BPJS Kesehatan dengan sejumlah pihak terkait, termasuk praktisi dan akademisi. "Masih dibicarakan dan dihitung. Kami harap akhir Maret rampung dan sudah ada angka karena mengejar batas usulan pagu anggaran ke Kementerian Keuangan," katanya.

Fahmi membenarkan, alasan rencana kenaikan iuran tak lepas dari pola perkembangan penyakit dan demografi. Perhitungan iuran JKN juga mempertimbangkan manfaat yang diterima peserta, pola penyakit dan mutu pelayanan. Saat ini data sedang dikumpulkan.

Namun, peningkatan kualitas layanan kesehatan bagi peserta JKN tak mudah. Nila mencontohkan, puskesmas masih dianggap sebagai tempat berobat warga miskin. Untuk layanan kesehatan di daerah terpencil, diharapkan warga lokal mengusulkan layanan seperti apa yang harus disediakan karena program pemerintah kerap tidak sesuai dengan kondisi lokal.

Batas atas

Di tempat terpisah, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar dan Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menyatakan, batas atas perhitungan iuran kepesertaan penerima upah (PPU) BPJS Kesehatan perlu dinaikkan. Tujuannya, agar iuran yang dihimpun bertambah dan unsur gotong royong dalam jaminan kesehatan lebih terasa. Hal tersebut mesti diikuti peningkatan mutu layanan.

Pembahasan iuran PPU tak bisa dipisahkan dari iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) tahun 2016. Itu karena iuran yang terhimpun dari PPU diharapkan bisa menjadi sumber subsidi silang antarpeserta.

Timboel menilai iuran JKN bagi PPU 5 persen (berlaku 1 Juli 2015) dari gaji per bulan sudah cukup. Namun, dasar perhitungan maksimal iuran PPU perlu dinaikkan, dari 2 kali penghasilan tak kena pajak (PTKP) status keluarga 1, menjadi 4 kali PTKP.

Besaran iuran dari rumus 2 x PTKP status keluarga K1 adalah Rp 4.725.000. Saat ini hal itu menjadi batas atas perhitungan iuran. Jadi, sebesar apa pun gaji seseorang tetap dihitung 5 persen dari Rp 4.725.000. Iuran itu untuk menanggung lima orang termasuk anak hingga anak ketiga.

"Agar keberlanjutan program JKN terjaga, iuran harus lebih besar dari klaim," ujarnya. Kenaikan batas atas iuran untuk menjangkau PPU bergaji besar. Adapun iuran peserta mandiri tak perlu dinaikkan karena lebih tinggi daripada PPU.

Hasbullah mengusulkan kenaikan batas atas iuran PPU jadi 7 kali PTKP. Batas bawah perhitungan iuran untuk PPU perlu ditetapkan berdasarkan upah minimum provinsi. (REN/ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com