Awalnya tidak mudah mengajak masyarakat berperan serta dan meyakinkan pemangku kepentingan. Seperti di Desa Nogotirto, Kabupaten Sleman, yang semula 95 persen setuju. Begitu ada provokasi, 5 RT menolak. Keluhan juga banyak, mulai dari gigitan jadi lebih sakit hingga nyamuk bertambah banyak. Namun, dengan pendampingan intensif, penduduk antusias menjalani proses perubahan.
"Sekarang mereka paham bahwa masa edar nyamuk demam berdarah berbeda dengan nyamuk biasa, mengenali jenis nyamuk, sekaligus mampu membedakan panas gejala flu dengan panas gejala demam berdarah," papar Paulus Enggal Sulaksono, spesialis komunikasi dan media EDP.
Di Sleman, nyamuk pembawa Wolbachia mampu beradaptasi dan berkembang biak di alam. Persentase nyamuk ber-Wolbachia di Nogotirto 70 persen dan di Kronggahan 93 persen. Meski proses penelitian masih panjang, harapan membuncah.
Apalagi, masyarakat semakin kooperatif. "Demi kebaikan, saya ikhlas rumah saya jadi tempat pelepasan nyamuk," kata Siswanto (37), ayah satu anak usia 6 tahun di Singosaren.
Sayang, ketika rakyat berpikir kemaslahatan, elite politik justru bertikai demi kepentingan sendiri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.