Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/03/2015, 15:00 WIB

Oleh: Agnes Aristiarini

Jauh dari hiruk-pikuk politik, dari tingkah elite yang mencederai nurani publik, masyarakat tidak kehilangan sikap mulia. Meski tinggal di rumah bata tanpa plester, dengan sumur dan kamar mandi bersama, mereka membuka rumahnya untuk menetaskan nyamuk Aedes aegypti berbakteri Wolbachia.

Rabu pagi di akhir Februari, matahari tak terlalu menyengat di Singosaren, salah satu desa di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di kantor lapangan Eliminate Dengue Project Yogyakarta (EDP-Yogya), para petugas bersiap menetaskan nyamuk di 58 rumah penduduk.

EDP-Yogya adalah program penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM) dengan Yayasan Tahija sebagai penyandang dana. Program ini meneliti dan mengembangkan metode Wolbachia untuk mengurangi penularan virus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia. Berlangsung sejak 2011, pilihan jatuh ke kawasan Yogyakarta dengan angka kejadian DBD lebih dari 55 kasus per 100.000 orang.

Ada di serangga

Bakteri Wolbachia umum ditemukan pada serangga. Menurut Adi Utarini, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Kerja Sama Fakultas Kedokteran UGM sebagai Ketua Proyek EDP, temuan manfaat Wolbachia diilhami lalat buah pembawa Wolbachia yang berumur pendek. "Asumsinya, nyamuk ber-Wolbachia juga mati muda sehingga tidak sempat menulari. Ternyata Wolbachia justru melumpuhkan virus dengue," katanya.

Meskipun penelitian Wolbachia berlangsung sejak 1920-an, transfer Wolbachia dari lalat buah ke nyamuk pembawa virus dengue, Aedes aegypti, baru berhasil pada 2008 dengan menyuntikkan Wolbachia pada telur nyamuk. Nyamuk betina yang mengandung Wolbachia akan menurunkan ke generasi selanjutnya, sedangkan jantan pembawa Wolbachia menjadi mandul sehingga telur hasil pembuahannya tidak menetas.

"Ini bukan nyamuk transgenik karena tidak ada manipulasi genetik," kata Utarini.

Nyamuk pembawa Wolbachia juga aman bagi manusia. "Ukuran bakteri lebih besar daripada probosis, bagian dari nyamuk untuk mengisap darah, sehingga tidak bisa keluar dari tubuh nyamuk," ujar Warsisto Tantowijoyo, entomolog alumnus Institut Pertanian Bogor, penanggung jawab pengembangan nyamuk Wolbachia.

Untuk itu, ide penelitian ini adalah menyebarkan nyamuk pembawa Wolbachia ke alam dan berbaur dengan nyamuk lokal. Wolbachia akan diturunkan ke generasi berikut sampai akhirnya mayoritas nyamuk Aedes aegypti mengandung Wolbachia. Dengan demikian, tidak ada lagi penularan virus dengue dan tamatlah demam berdarah.

Untuk mencegah introduksi nyamuk asing, nyamuk dari telur kiriman Monash University, Australia, ditetaskan dan dikawinsilangkan dengan nyamuk lokal sampai generasi kelima. Nyamuk terus dibiakkan sampai generasi ke-28, baru kemudian dilepas ke alam.

Pelepasan

Singosaren adalah satu dari empat desa pelepasan karena persentase nyamuk Aedes aegypti tinggi dan ada dukungan komunitas. Penelitian berlangsung dengan persetujuan masyarakat serta izin dari Komisi Etik FK UGM dan pemerintah daerah.

Pelepasan di Bantul sebenarnya termasuk seri kedua. Seri pertama berlangsung di Desa Nogotirto dan Kronggahan, Kabupaten Sleman, Januari-Juni 2014. "Sekarang di Sleman tinggal monitoring," kata Dedik Helmy Yusdiana, spesialis pelibatan komunitas di EDP.

Rabu pagi itu, giliran Desa Singosaren. Nurcholifah dan Heru, petugas lapangan EDP, menangani 15 rumah. Heru menyandang tas besar berisi telur nyamuk, ember berpenutup untuk menetaskan nyamuk, dan perlengkapan lainnya. Dipandu Nur yang membawa daftar nama dan alamat responden, tim menyusuri jalan setapak yang sejuk sehabis diguyur hujan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com