Menurut Prof. Peng Xiaochi dari Chinese Clinical Oncology Academy, sebenarnya penanaman partikel sudah diperkenalkan dalam dunia kedokteran dalam 10 tahun terakhir, namun pemanfaatannya yang dikombinasikan dengan kemoterapi baru dilakukan pada pertengahan tahun 2014.
"Metode kombinasi ini dilakukan di bawah panduan CT-scan atau USG, secara bergantian akan ditanamkan partikel radioterapi dan juga partikel kemoterapi ke dalam tumor," katanya dalam acara Forum Akademi Tumor Minimal Invasif ASEAN Modern Hospital Guangzhou di Nusa Dua, Bali, Sabtu (11//4/15).
Menurutnya, penggabungan ini lebih efektif dibandingkan bila dilakukan secara terpisah. Sebab, sel kekebalan tubuh yang diproduksi akan lebih banyak dan lebih ampuh membasmi sel kanker yang tumbuh. “Metode ini akan meningkatkan sensitivitas imun tubuh untuk membunuh sel kanker, karena pertumbuhannya (sel imun) berlipat ganda,” ujarnya.
Xiaochi dan timnya menggunakan partikel Iodine125, yakni sebuah unsur yang mengeluarkan energi radionuklida. Biji ini memancarkan sinar gama dalam jarak dekat yang berfungsi membunuh sel kanker. Partikel akan ditanam hanya di area tumor ganasnya, sehingga paparan radiasinya tidak sampai menyebar ke bagian tubuh lain.
“Terapi biji partikel ini dilakukan langsung di dalam tubuh. Biji ini ditanam secara internal melalui suntikan kecil. Biji partikel ini diameternya hanya 0,3 milimeter. Jarak radius penyinarannya pun 1,8 centimeter,” ungkap Xiaochi.
Xiaochi mengatakan bahwa metode ini dapat diterapkan pada pasien kanker stadium awal sampai akhir, baik untuk tumor primer maupun tumor yang sudah menyebar. Proses penyinaran dari biji partikel membutuhkan waktu hingga dua bulan. Dalam satu kali penanaman, bisa terdiri dari 5 hingga 200 partikel, tergantung dari besarnya tumor yang tumbuh.
“Biji partikel ini akan terus tertanam di dalam tubuh, namun bisa juga keluar tergantung dari organ tubuh mana yang diterapi. Bisa saja keluar saat batuk (kanker paru) atau melalui feses (kanker usus),” jelasnya.
Walau menggunakan partikel radioterapi, tetapi Xiaochi mengklaim aman bagi tubuh. "Paparan radiasinya tidak sampai menyebar ke bagian tubuh lain. Pada radioterapi konvensional, lapisan atau sel normal yang terpapar juga ikut hancur karena penyinaran secara eksternal," paparnya.
Partikel kemoterapi ini disebut 'kemoterapi interstisial', yakni terisi eksipien obat yang bisa diurai atau tidak bisa diurai melalui sistem pengantar obat. Umumnya, pengantar obat ini terbuat dari bahan polimer alami dan polimer sintesis dengan cara yang berbeda ketika ditanam pada tumor.
Selain itu, jumlah obat yang masuk ke sirkulasi darah memiliki kecepatan yang sangat kecil. Dengan demikian, efek dari pengobatan ini lebih kecil dibandingkan dengan kemoterapi konvensional.
Meskipun dapat menjadi pengobatan bagi berbagai macam kanker, namun Xiaochi mengaku belum menerapkannya terhadap kanker yang tumbuh di bagian kepala atau otak.
Karena di dalam tubunya ditanam radiopartikel, biasanya metal detector akan bisa mengenali, sehingga pasien akan diberi surat pernyataan terkait pengobatan yang dijalani. (Purwandini Sakti Pratiwi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.