Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/04/2015, 17:00 WIB

KOMPAS.com -
Di musim pancaroba seperti sekarang, biasanya kita akan lebih rentan terkena penyakit flu atau tenggorokan sakit. Salah satu cara meningkatkan daya tahan tubuh adalah dengan mengonsumsi suplemen vitamin.

Selain suplemen berbentuk konvensional berupa kapsul, saat ini banyak tersedia suplemen multivitamin berbentuk permen atau jeli. Seberapa efektifkah vitamin tersebut?

Lisa Drayer, ahli nutrisi di New York City sekaligus penulis buku The Beauty Diet mengatakan ada risiko berlebihan jika kita memilih vitamin berbentuk permen.

"Dengan suplemen seperti permen, ada risiko berlebihan, yang dapat berpotensi menjadi racun," ungkapnya.

"Jika Anda menjalani pola makan seimbang, saya biasanya tidak merekomendasikan multivitamin sebagai taktik penyembuhan instan, bahkan sebagai bagian dari rutinitas harian Anda," lanjutnya.

Karena suplemen vitamin jelly tidak diregulasi oleh badan pengawas obat dan makanan, seringkali vitamin tersebut memiliki kandungan vitamin yang lebih sedikit dibandingkan dengan vitamin kunyah atau tablet.

"Ini berarti sebuah perusahaan dapat mengklaim produknya memiliki vitamin dan mineral tertentu tetapi belum ada yang menguji produk itu sebelum dijual ke pasaran," terang Christy Maskeroni, ahli nutrisi asal Miami, Amerika Serikat.

Bila Anda sangat pemilih dalam hal makanan sehingga mungkin tak mendapat nutrisi cukup dari pola makan, Tara Ostrowe, ahli nutrisi dari New York City menyarankan vitamin ini.

"Vitamin jeli alami dan organik dapat menjadi sumber untuk memperoleh beragam jenis vitamin dan mineral yang mudah dicerna dan enak dimakan," kata Ostrowe.

"Produk tersebut juga alternatif untuk yang merasa tablet multivitamin biasa membuat mereka mual atau terlalu besar untuk ditelan," lanjut Ostrowe.

Rasa yang enak dari permen jeli mungkin menjadi dorongan utama bagi mereka yang gemar asupan manis dari vitamin mereka dibandingkan dengan tablet yang kurang menggugah selera.

Namun, seperti kebanyakan makanan enak yang diklaim sehat, terkadang sulit mempercayainya.

"Keinginan produsen untuk membuat vitaminnya terasa seperti permen, sebenarnya membuat lebih sulit dikemas (jumlah efektifnya) vitamin dan mineral dalam permen jeli ini," ucap Maskeroni.

Artinya kemampuan untuk menjaga gula yakni rasio nutrisi seimbang  antara gula serta bahan tak sehat lainnya lebih sering mendominasi.

"Periksalah daftar bahannya, lalu hindari versi vitamin dengan pewarna makanan berbahaya seperti Red 40 atau Yellow 6," kata Ostrowe.

Satu hal yang disetujui ketiga ahli gizi tersebut adalah bahwa jika Anda memutuskan untuk mengonsumsi vitamin jeli, jangan 'perlakukan' mereka seperti permen biasa.

"Mereka tidak dimaksudkan untuk dimakan seperti permen," saran Ostrowe yang menyarankan porsi yang umum adalah dua permen jeli.

"Vitamin jeli memiliki kadar gula yang lebih tinggi dari tablet biasa, dengan sekitar tiga gram gula untuk dua permen. Tapi, jika Anda mengonsumsi dosis yang dianjurkan, gulanya tidak memiliki dampak negatif yang signifikan pada kesehatan Anda," imbuhnya.

Namun akan berbeda ceritanya bagi gigi. "Banyak dari permen jeli tersebut mengandung sirup glukosa, sukrosa, dan gelatin. Itu tidak bagus," papar Jonathan B. Levine, dokter gigi asal New York City.

Bahan-bahan tersebut akan menempel pada gigi, sehingga dapat menjadi tempat berkembang biak bakteri.

"Tiga gram gula buatan atau karbohidrat, ini akan berpengaruh juga pada tubuh, tak hanya gigi. Jika Anda harus memakannya, pastikan Anda menyikat gigi setelahnya," lanjut Levine. Lebih dianjurkan untuk memilih vitamin jeli yang bebas gula.  (Purwandini Sakti Pratiwi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com