Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Penis Bengkok pada Anak dan Cara Mengatasinya

Kompas.com - 30/05/2015, 12:07 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Hipospadia atau kelainan genital pada anak cukup banyak dijumpai. Diperkirakan 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki mengalami hipospadia. Gangguan ini terjadi karena lubang kencing yang tidak berada di ujung kepala penis, melainkan di bawah kepala penis. Batang penis mereka pun bengkok.

“Anak-anak seperti ini kalau pipis tidak keluar ke depan tapi malah ke bawah, basahin celananya. Jadi pipisnya  jongkok,” terang dokter Spesialis Urologi Arry Rodjani dalam diskusi di Jakarta, Kamis (29/5/2015).

Menurut Arry, kondisi ini sering kali menjadi masalah ketika anak mulai mengenal gender atau jenis kelaminnya. Jika tidak diatasi, anak ketika dewasa bisa mengalami masalah sosial. Misalnya, anak tersebut  nantinya tidak bisa menggunakan toilet berdiri. Mereka juga akan mengalami masalah pada kehidupan seksualnya.

“Penis seperti ini kalau ereksi bengkok. Kalau sampe besar gimana? Ya tidak menganggu kesehatan. Tapi kalau bengkok gimana bisa seksualnya,” ungkap Arry.

Untuk mengatasi kelainan genital ini, anak harus menjalani operasi untuk membuat lubang kencing kembali normal dan penis tidak bengkok. Operasi bisa dilakukan beberapa tahap. Namun,  menurut Arry, dengan kemajuan teknologi, kini sebesar 85 persen operasi bisa dilakukan hanya satu tahap.

“Tujuan pembedahan membuat fungsional dan secara kosmetik senormal mungkin. Membuat penis lurus enggak bengkok sehingga fungsi seksualnya nanti bisa membuat saluran kencing ke arah depan dan bisa pepis berdiri,” ujar dokter dari Rumah Sakit Siloam ASRI tersebut.

Arry mengatakan, operasi hipospadia biasanya ditargetkan selesai sebelum anak berusia 2 tahun atau sebelum anak mengenal jenis kelaminnya untuk menghindari gangguan psikologis atau sosial.

Penyebab hipospadia sendiri, lanjut Arry belum diketahui pasti. Namun, kasusnya meningkat pada 10-20 terakhir ini.

"Dugaannya karena pengaruh lingkungan yang merusak hormon endokrin ibu dalam kandungan. Contohnya lifestyle,  (terpapar) aerosol, makan fast food. Tapi itu baru dugaan," kata Arry.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com