Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 03/06/2015, 12:00 WIB
EditorLusia Kus Anna

KOMPAS.com - Apakah hasrat seksual adalah hak asasi manusia? Apakah wanita berhak mendapatkan sebutir pil merah muda untuk bisa merasakan hasrat seks?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dalam kampanye untuk menekan Food and Drug Administration (FDA) segera menyetujui pil yang bisa mengatasi hilangnya libido pada wanita.

Kampanye yang didukung oleh produsen obat dan beberapa kelompok wanita meminta agar FDA tidak bias gender karena telah menyetujui Viagra dan 25 obat lain untuk membantu para pria berhubungan seks, tapi tak satupun obat yang disetujui untuk wanita.

"Kaum wanita sudah menunggu cukup lama. Di tahun 2015 ini kesetaraan gender harus menjadi standar dalam hal akses obat untuk disfungsi seksual," tulis pengantar dalam petisi online disetujuinya "Viagra" wanita. Petisi tersebut juga sudah ditandatangani lebih dari 40.000 orang.

Obat "Viagra" yang dimaksud adalah Flibanserin dan sudah dua kali ditolak FDA karena dianggap memiliki tingkat efektivitas sedang dan efek sampingnya lebih besar. Efek samping yang dirasakan antara lain mengantuk, pusing, dan mual.

Sprout Pharmaceuticals, yang memiliki obat itu, kini memasukkan data baru dari hasil penelitian yang menunjukkan obat tersebut tidak menyebabkan penurunan kemampuan mengemudi kendaraan.

Juru bicara FDA menolak jika penolakan terhadap obat itu karena bias gender. Di tahun 2012 lembaga ini juga telah menjadikan disfungsi seksual pada wanita sebagai prioritas.

Meski demikian, jalan bagi dikeluarkannya obat disfungsi seksual untuk wanita memang tidak mudah. Perusahaan farmasi Pfizer sendiri memutuskan tak meneruskan uji coba Viagra pada wanita di tahun 2004. Di tahun itu FDA juga menolak testosteron berbentuk koyo tempel bagi wanita yang dibuat oleh P&G. Gel testosteron untuk wanita juga gagal dalam uji coba klinis di tahun 2011.

Leonore Tiefer, psikolog di New York University School of Medicine, mengatakan farmasi mencoba membuat berkurangnya libido sebagai gangguan medis yang bisa diatasi dengan obat.

"Padahal masalah terbesarnya adalah faktor psikologis atau hubungan dengan pasangan," katanya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Sumber Healthland
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+