Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/07/2015, 11:20 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com - Kasus penolakan terhadap jenazah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) masih sering terjadi di masyarakat. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang HIV AIDS membuat mereka tidak berani melakukan proses pemulasaran jenazah ODHA karena khawatir tertular penyakit tersebut.

Menurut Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Semarang, Puguh Pakuwojo, penolakan masyarakat sebenarnya terjadi karena kurangnya pengetahuan saja.  "Sebenarnya jenazah ODHA jika didiamkan selama empat jam itu virusnya sudah mati. Memang ada potensi penularan, tapi itu dari penyakit infeksiusnya bukan HIV AIDS-nya," katanya di Semarang, Kamis (2/7/2015).

Guna membekali pengetahuan mengenai pemulasaran jenazah ODHA kepada masyarakat umum, KPA Kabupaten Semarang di Gedung D Setda Kabupaten Semarang menggelar Pelatihan atau Simulasi Pemulasaran Jenazah ODHA bagi tenaga medis Puskesmas yang mempunyai fasilitas VCT (Voluntary Counceling Test), rumah sakit, pegiat HIV AIDS, serta Modin (penghulu agama ditingkat desa/kelurahan). Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Tim Care Suport and Treatment Unit Pemulasaran Jenazah RSUP Dr.Karyadi Semarang.

"Kegiatan ini bertujuan agar bisa dirumuskan prosedur operasional standar (SOP) pemulasaran jenazah ODHA dan penderita infeksius yang lebih simple. Dulu sudah ada SOPnya, tapi memakai standart rumah sakit. Pakaian standarnya seperti astronot itu, sehingga memberatkan masyarakat," jelas Puguh.

Menurut Divisi Program KPA Kabupaten Semarang Taufik Kurniawan, penanganan jenazah ODHA saat ini tidak lagi menggunakan SOP Rumah Sakit, akan tetapi sudah disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

Prinsip dari penanganan jenazah ODHA ini lebih menitikberatkan pada terpenuhinya alat pelindung diri tenaga pemulasaran jenazah.

"Prinsipnya penanganan jenazah ODHA sama dengan jenazah penderita infeksius lainnya, hanya lebih menitikberatkan pada alat pelindung diri," ungkap Taufiq.

Alat pelindung diri (APD) yang dibutuhkan dalam pemulasaraan jenazah ODHA ini sangat mudah didapatkan di pasaran dan terjangkau dari segi harga. APD tersebut meliputi sarung tangan (handscoone), celemek plastik (aprone), penutup kepala (hairnet), penutup hidung (masker), kacamata dan sepatu bot.

"Kalau yang sekali pakai ada handscoone hanganya Rp 5 ribu sepasang, aprone Rp 7.500, hairnet Rp 2.500 dan asker Rp 1.000 per lembar. Kalau kacamata daan bot nya bisa dipakai berulang-ulang," jelasnya.

Selain pemenuhan APD bagi pemulasara jenazah, prinsip pemulasaran jenazah ODHA yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan air limbah saat memandikan jenazah yang harus dilokalisir sedemikian rupa.

Air bekas memandikan jenazah ODHA tidak boleh dibuang secara sembarangan melainkan harus ditampung di dalam kubangan dan ditimbun. "Sehingga prinsip harus meminimalkan air. Setelah semua selesai, semua peralatan bekas pemulasaran dicuci dengan klorin," terang Taufik.

Pelatihan pemulasaran jenazah ODHA yang digelar KPA ini menurut Taufik merupakan tahap awal sebelum SOP pemulasaran jenazah ODHA disosialisasikan kepada masyarakat luas. Para peserta yang telah dilatih nantinya berkewajiban menyosialisasikan kepada masyarakat setelah SOP pemulasaran jenazah ODHA ini disepakati oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang,

"Hari ini semacam training untuk trainee, nantinya masing-masing Puksesmas wajib melakukan sosialisasi," imbuhnya.

Berdasarkan informasi, SOP pemulasaran jenazah ODHA ini akan diberlakukan mulai 3 Juli 2015. SOP pemulasaran jenazah ODHA ini juga akan diusulkan sebagai SOP pemulasaran jenazah secara umum untuk mengantisipasi penularan penyakit dari tubuh jenazah.

"Kita tidak tahu jenazah itu menderita penyakit infeksius atau tidak. Akan lebih baik jika SOP itu juga diberlakukan untuk jenazah umum," pungkas Taufik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com