Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/07/2015, 13:40 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis


KOMPAS.com - Pasangan selebriti Kim Kardashian dan Kanye West tampaknya sangat berharap bakal punya anak lelaki. Beberapa sumber mengatakan, pasangan ini sudah memilih jenis kelamin ketika melakukan prosedur bayi tabung. Etiskah memilih jenis kelamin bayi seperti ini?

Di awal tahun ini Kim dan Kanye menjalani prosedur bayi tabung, di mana sel telur yang dipertemukan dengan sperma kemudian ditanam di rahim. Jenis prosedur ini memungkinkan klinik kesuburan memilih embrio dan jenis kelaminnya. Seorang sumber anonim mengatakan pasangan selebriti itu hanya memilih embrio berjenis kelamin laki-laki. Sebagaimana diketahui, mereka sudah memiliki anak perempuan bernama North.

"Kanye sangat menyayangi North tetapi agar hidupnya lengkap, ia ingin punya anak lelaki," kata sumber itu. Mereka berdua mengumumkan mereka bakal punya anak lelaki dan pemilihan jenis kelamin itu tak benar.

Pemilihan jenis kelamin bayi ini termasuk isu kontroversial. Banyak organisasi setuju dengan pemilihan jenis kelamin, ketika calon orangtua menghindari penyakit yang ada kaitannya dengan jenis kelamin seperti hemofilia yang terjadi pada anak lelaki. Tetapi, pemilihan jenis kelamin karena alasan non medis masih dianggap tak etis. Ada keprihatinan praktik sejenis itu mendukung seksism.

"Ketika Anda hanya memilih satu jenis kelamin dibandingkan yang lain, Anda termasuk orangtua yang seksis. Hal itu tak dapat diterima," kata Arthur Caplan, direktur divisi etis medis dari New York University Langone Medical Center.

Tetapi ketika orangtua sudah punya anak dan ingin anak lagi dari jenis kelamin berbeda, hal yang dikenal sebagai penyeimbangan keluarga, beberapa ahli memandangnya dapat diterima secara etika.

The American Society for Reproductive Medicines (ASRM) tidak mengambil sikap tegas terhadap pemilihan jenis kelamin. Namun, mereka mendukung dokter mengembangkan kebijakan untuk praktik mereka sendiri apakah dan dalam keadaan seperti apa mereka bakal melaksanakan pemilihan jenis kelamin.

"Dokter yang memberi bantuan pelayanan reproduksi tak berada di bawah kewajiban etis untuk memberi atau menolak metode pemilihan jenis kelamin tanpa indikasi medis," demikian rilis yang dikeluarkan ASRM.

Namun The American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) tak setuju dengan pemilihan jenis kelamin untuk penyeimbang keluarga. "Kendati penyeimbangan keluarga itu secara prinsip konsisten dengan prinsip kesetaraan jenis kelamin, hal itu menimbulkan masalah etika, " demikian statemen yang dikeluarkan mereka.

Sebagai permulaan, sulit bagi dokter mendapatkan motif sesungguhnya dari orangtua yang menginginkan satu jenis kelamin, karena orangtua tidak akan memberi tahu dokter secara terang-terangan mereka memilih satu jenis kelamin dibanding yang lain.

"Meskipun pemilihan jenis kelamin bukan karena alasan seksisme, ide memilih anak dari jenis kelamin tertentu dapat diartikan membenarkan nilai-nilai seksis dan menciptakan iklim di mana diskriminasi seks lebih berkembang," kata mereka.

ASRM juga mencatat ada keprihatinan lain mengenai pemilihan jenis kelamin dengan alasan non medis, seperti belum diketahuinya efek jangka panjang prosedur yang disebut preimplementation genetic screening (PSG) itu.

Kendati secara etika masih diperdebatkan, dokter di AS mendapat cukup banyak permintaan pemilihan jenis kelamin. Dr. Tomer Singer, ahli endokrinologi reproduktif dari Lenox Hill Hospital di New York mengatakan, semakin banyak orangtua yang meminta prosedur PSG. Tahun lalu saja terdapat 150 pasien yang mendapatkan PSG. Sebagian besar mendapatkan prosedur itu untuk menskrining penyakit tertentu. Hanya sebagian kecil yang menggunakannya untuk memilih jenis kelamin saja.

Saat ini, pasangan yang menginginkan embrio berjenis kelamin tertentu harus membayar sendiri. "Tak diragukan lagi, setelah PSG di-cover asuransi, prosedur ini akan semakin populer," kata Singer.

Tetapi saat ini PSG bukanlah prosedur standar - hanya sekitar enam persen siklus bayi tabung yang dilaksanakan pada 2013 memakai prosedur tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com