Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/07/2015, 11:45 WIB

KOMPAS.com - Buang air besar (BAB) secara rutin merupakan tanda metabolisme tubuh berjalan lancar dan sehat. Karena itulah, jika kita tidak BAB cukup lama, misalnya satu bulan, efeknya bisa fatal.

Salah satu kasus tak bisa BAB yang berakhir tragis dialami oleh Emily Titterington (16) dari Cornwall Inggris, yang meninggal pada bulan Februari 2013 gara-gara ia tidak bisa BAB selama 8 minggu.

Emily, yang menderita autisme ringan, sepanjang usianya telah mengalami masalah dengan BAB. Ia juga mengalami ketakutan pada toilet sehingga lebih suka menahan BAB-nya.

Menurut hasil pemeriksaan medis kematiannya, ia menderita serangan jantung fatal karena pembesaran usus yang menekan beberapa organ dalamnya.

Menurut ahli patologi Amanda Jeffery, Emily menderita "pembesaran usus yang sangat masif". Perawat yang bertugas di rumah sakit tempat Emily dirawat juga mengatakan perut Emily tampak membesar.

Bagian tulang rusuk bawah Emily telah terdorong melebihi tulang kelaminnya. Yang menyedihkan adalah sebenarnya Emily tidak perlu menderita. "Kematiannya bisa dicegah dengan perawatan yang tepat pada waktu yang tepat," kata Alistair James, dokter yang merawatnya.

James pernah meresepkan obat pencahar, tapi sebenarnya Emily menolak pengobatan dokter karena ia juga takut pemeriksaan di rumah sakit.

Kasus kematian akibat tidak bisa BAB memang sangat langka terjadi. Tapi, tinja yang mengeras sehingga sulit dikeluarkan sebenarnya sering dialami, tetapi jarang terjadi pada orang dewasa.

"Biasanya lebih banyak dialami anak-anak. Hal itu merupakan respon dari rasa sakit akibat sembelit sehingga anak takut mengejan," kata psikolog anak Carin Cunningham.

Pada anak yang menderita autisme, kesulitan BAB mungkin akan lebih sering dialami. "Ini karena ambang sakitnya lebih rendah dan mereka tidak bisa terhubung dengan apa yang dialami tubuh," katanya.

Menginjak usia remaja, kasus konstipasi lebih jarang terjadi karena biasanya mereka sudah sadar ada sesuatu yang salah.

Frekuensi BAB pada setiap orang sangat bervariasi, ada yang sekali sehari, ada yang sampai tiga kali sehari, dan sebagian orang BAB setiap tiga sampai empat hari sekali.

Jika kebiasaan BAB Anda berubah, segera konsultasikan ke dokter. Terlebih jika diikuti dengan adanya darah pada tinja, demam cukup lama, dan berat badan turun tanpa ada penyebab yang jelas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com