Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/08/2015, 15:17 WIB
Lily Turangan

Penulis

Sumber Healthline


KOMPAS.com
- Berhenti merokok itu susah, demikian klaim banyak pecandu rokok. Karena itu, banyak dari mereka jadi beralih ke rokok elektronik. Produsen rokok elektronik, salah satunya Craig Youngblood, menyatakan bahwa  produknya lebih aman daripada rokok tembakau dan bebas polusi karena hanya mengeluarkan uap, bukan asap.

Benarkah demikian dan bagaimana pendapat para pakar kesehatan?

Pro dan kontra

Menurut Dr. Jonathan Samet, dokter ahli paru dari University of Southern California, tubuh akan cepat beradaptasi setelah berhenti merokok. Dalam waktu satu bulan, paru-paru akan mendorong keluar racun-racun sehingga Anda bisa bernapas lebih lega. Selain itu, pecandu yang berhenti sebelum usia 40 tahun dapat hidup sesehat mereka yang tidak pernah merokok.

Penelitian Dr. Jonathan ini merujuk pada orang yang berhenti merokok sama sekali, bukan untuk pecandu yang beralih ke rokok elektronik.

"Kami tidak terlalu yakin dengan klaim produsen rokok elektronik. Tidak ada data memadai yang bersifat jangka panjang untuk yakin apakah rokok elektronik lebih baik dari rokok konvensional. Faktanya, ada kampanye dengan menampilkan kejadian yang dialami oleh seorang wanita bernama Kristy. Ia menggunakan dua jenis rokok, elektronik dan tembakau, dan mengalami gagal paru di usia 33 tahun. Murni karena rokok tembakau atau kondisinya diperparah oleh rokok elektronik? Kami belum tahu," jelas Dr. Jonathan.

Di lain pihak, ada seorang bernama Derrick Gurley dari Georgia, Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa kondisi ayahnya membaik setelah memakai rokok elektronik selama 14 bulan. Ayah Derrick menderita serangan jantung. Setelah beralih rokok, penyumbatan di pembuluh darahnya menipis dan dokternya menganjurkan untuk tetap menggunakan rokok elektronik ketimbang kembali ke rokok tembakau.

Satu penelitian ilmiah kecil menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, tingkat kerusakan paru yang disebabkan oleh rokok elektronik lebih rendah daripada yang diakibatkan oleh rokok tembakau. Jed Rose, profesor ahli prilaku pecandu dari Duke University membenarkan bahwa karbon monoksida dari rokok elektronik lebih sedikit dari rokok konvensional.

Tapi hal ini dibantah oleh ilmuwan-ilmuwan lain. Februari lalu, tim peneliti University of Rochester Medical Center membuktikan, aerosol dan pewarna yang terkandung dalam rokok elektronik dapat merusak sel-sel paru.

Satu studi ilmiah yang dimuat dalam jurnal Nicotine & Tobacco Research menemukan bahwa 76 persen pengguna rokok elektronik juga merokok tembakau. Ada dua kemungkinan yang dapat terjadi di sini, setelah merokok rokok elektronik banyak yang terdorong ingin mencicipi rokok "sungguhan" atau rokok elektronik tidak serta-merta menghentikan kebiasaan merokok tembakau.

Stop sama sekali!

Itulah yang terbaik yang sebaiknya dilakukan oleh para pecandu. Berdasarkan rekomendasi Kementrian Kesehatan, Menteri Perdagangan RI akan melarang impor rokok elektronik. Rokok ini dianggap sama bahaya dari rokok tembakau. Jika ada rokok elektronik beredar di pasaran, bisa dipastikan itu ilegal dan tidak terjamin keamanannya.

WHO pun berpendapat serupa. Badan Kesehatan Dunia ini merilis anjuran  untuk tidak menggunakan rokok elektrik terutama di dalam ruangan karena bisa mengeluarkan racun seperti rokok biasa. Meski tidak mengeluarkan asap, uap rokok elektrik yang mengandung zat kimia berbahaya juga dapat menimbulkan polusi udara.

Menurut BPOM, rokok elektrik mengandung senyawa nikotin cair, zat pelarut propilen glikol, dieter glikol dan gliserin. Jika zat-zat itu dipanaskan akan menghasilkan senyawa nitrosamine. Nitrosamine terbukti dapat menyebabkan berbagai jenis kanker.

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan, jumlah pasien yang keracunan nikotin cair yang ada dalam rokok elektronik meningkat. Pada Februari 2014 terdapat 215 pengaduan telepon terkait rokok ini. Padahal, pada September 2010 hanya ada satu pengaduan. Korban keracunan nikotin cair bervariasi antara anak berumur lima hingga 20 tahun.

Berkaca pada kejadian tersebut, orangtua disarankan untuk ikut mengawasi agar anak-anaknya tidak membeli, menggunakan dan mengakses rokok elektronik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com