Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/09/2015, 08:00 WIB
KOMPAS.com - Secara fisik, kita memiliki reaksi sama saat stres: detak jantung meningkat, bernapas cepat, otot menegang, dan tangan basah oleh keringat. Tapi secara emosional, setiap orang memiliki reaksi stres yang berbeda.

Bagaimana kita bereaksi saat stres dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk gen dan juga cara kita dibesarkan. "Reaksi kita memang tak jauh berbeda dengan saat kita mengalami stres di usia anak-anak, tapi kita masih bisa mengubahnya," kata Eva Selhub, pakar kesehatan holistik.

Memang ada orang yang tetap tampak tenang seperti air saat stres, tapi sebagian besar orang akan mengalami reaksi seperti salah satu di bawah ini:

- Menganggap malapetaka
Apa pun stresor (peristiwa yang membuat stres) yang datang, Anda selalu menganggapnya sebagai sebuah malapetaka. Secara umum Anda adalah orang yang sangat sensitif dan merasakan emosi (baik atau buruk) lebih kuat dibanding orang lain. Anda selalu khawatir, cemas, dan menganggap semua hal adalah bencana.

Awali hari Anda dengan meditasi, fokuskan diri pada apa yang dipikirkan dan dirasakan. Lakukan minimal 10 menit setiap hari agar Anda memperoleh ketenangan.

- Bagai membeku
Ada respon melawan atau melarikan diri saat kita mengalami stres. Tetapi yang Anda lakukan saat stres adalah kaku, terdiam, tak bisa berpikir apa-apa. "Membeku bisa jadi tanda panik, tapi orang yang seolah-olah tak berdaya saat stres mungkin karena mereka kekurangan respon stres," kata Selhub.

Salah satu penyebab munculnya respon tersebut adalah karena adanya trauma fisik atau psikologis saat kecil dan Anda berusaha mengatasinya dengan membuat diri menjadi kebas agar tak merasakan sakit itu.

Tingkatkan kepercayaan diri Anda sehingga Anda bisa mencoba membuat tindakan saat melawan stres. Kepercayaan diri yang bertambah juga bisa mengubah cara pandang kita terhadap tantangan menjadi peluang.

- Menyimpan bara
Di permukaan Anda tampak tenang dan terkendali. Tapi di dalam, Anda sebenarnya ketakutan. Anda tak bisa makan, sulit tidur, dan selalu tidak enak badan. Tapi tak seorang pun tahu apa yang Anda rasakan. Kondisi seperti ini justru bisa menyebabkan masalah fisik karena Anda tak bisa mengekspresikan perasaan.

Hormon stres yang terus menerus tinggi bisa memengaruhi sistem pencernaan, kekebalan tubuh, dan jika Anda tergolong rentan maka Anda juga beresiko tinggi terkena kanker atau serangan jantung.

Siasati dengan mencurahkan perasaan dengan orang yang paling Anda percaya. Saat kita merasa memiliki dukungan, otak akan mengeluarkan hormon dopamin dan serotonin yang memberikan kebahagiaan.

- Cengeng
Ketika Anda terjebak macet padahal seharusnya setengah jam lalu Anda bertemu klien penting, Anda menangis. Perselisihan kecil dengan pasangan juga membuat air mata Anda bercucuran. Menurut penelitian, kondisi ini dimiliki sekitar 20 persen orang.

Saat kita mengalami stres, kelompok saraf di bagian otak depan yang terkait dengan depresi diaktifkan. Jika kita selalu merasa stres yang dihadapi bakal membuat hidup berantakan, maka Anda sangat rentan depresi.

Siasati dengan melakukan kegiatan yang membuat hati senang: bernyanyi, memasak, menari, atau menonton film. Saat kita stres dan depresi, bagian otak yang harusnya memproduksi perasaan positif tidak berfungsi normal. Nah, melakukan hal yang kita sukai bisa membantu mengaktifkan bagian ini.

- Pemarah
Antrian panjang di kasir bisa membuat Anda marah-marah. Anda juga bisa marah saat merasa orang lain menghalangi Anda meraih tujuan. Berhati-hatilah karena terlalu sering marah bisa menyebabkan perubahan pada sistem saraf dan berakibat negatif bagi tubuh.

Saat Anda menghadapi situasi yang menyebabkan stres, tenangkan diri sejenak. Hal ini bisa memberi kesempatan untuk memikirkan tindakan Anda, dibandingkan dengan langsung mengeluarkan kekesalan. Meningkatkan rasa empati juga membantu mengurangi rasa marah.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com