Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memasak Daging dengan Suhu Tinggi Bisa Sebabkan Kanker Ginjal

Kompas.com - 13/11/2015, 07:35 WIB
Ayunda Pininta

Penulis

KOMPAS.com - Para pecinta daging sudah mendapat “pukulan” hebat akhir-akhir ini, setelah WHO mengeluarkan pernyataan bahwa daging merah dan olahannya bisa menjadi salah satu pemicu kanker.

Para ilmuwan dari University of Texas MD baru-baru ini juga menemukan bahwa cara memasak daging pada suhu yang tinggi bisa meningkatkan risiko kanker ginjal.

Ilmuwan terlebih dahulu melacak pola diet dari 659 pasien yang baru saja didiagnosis karsinoma sel ginjal (RCC), juga dikenal sebagai kanker ginjal, lalu mengumpulkan informasi genetik mereka. Data pasien tersebut kemudian dibandingkan dengan 699 orang sehat yang direkrut dari komunitas yang sama.

Di antara peserta studi, orang-orang dengan kanker ginjal dinilai memiliki riwayat mengonsumsi lebih banyak daging merah dan putih jika dibandingkan dengan yang sehat.

Risiko kanker meningkat sebanyak 54 persen saat peserta mengonsumsi mutagen daging tertentu, senyawa berbahaya yang diciptakan ketika daging dimasak dengan cara pemanasan yang tinggi, seperti dibakar.

Untuk alasan ini, peneliti menyarankan para pemakan daging agar tidak hanya membatasi jumlah daging yang mereka konsumsi, tetapi juga memperhatikan bagaimana daging itu dimasak.

"Temuan kami mendukung pengurangan konsumsi daging, terutama daging yang dimasak pada suhu tinggi atau di atas api terbuka, sebagai salah satu cara untuk mengurangi risiko RCC dalam masyarakat," kata pemimpin penulis studi tersebut Xifeng Wu, seorang profesor epidemiologi di University of Texas.

Menurut American Cancer Society, sekitar 61.560 kasus baru kanker ginjal telah didiagnosis pada akhir 2015. Dari angka tersebut, diperkirakan 14.080 akan meninggal akibat penyakit kanker ginjal.

“Karsinoma sel ginjal lebih sering terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi ketimbang negara kurang berkembang sehingga sangat mungkin bila hal itu disebabkan oleh gaya hidup Barat," kata Dr Ian Johnson, seorang peneliti nutrisi di Institute of Food Research yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com