Pintarnya lagi adalah mereka mulai membuat racikan (cocktail) zat tersebut dari bahan-bahan yang belum dikategorikan sebagai obat terlarang, narkotika atau psikotropika, sehingga masih bisa mengelak dari hukum pidana terkait dengan pengedaran zat narkotika dan psikotropika tanpa wewenang.
Mereka sudah tahu, mengedarkan zat-zat, seperti heroin, kokain, ganja, ekstasi, sabu, dan obat psikotropika tanpa izin, adalah tindakan melanggar hukum. Jadi, mereka mulai mencari alternatif.
Salah satu fenomena yang sedang marak belakangan ini adalah tembakau Gorilla yang dikatakan memiliki efek seperti ganja. Berita tentang hal ini sebenarnya sudah mulai marak sejak awal tahun 2015, tetapi makin lama makin banyak berita tentang hal ini sehingga akhirnya menarik minat Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menyelidiki.
Pemakai dari tembakau Gorilla ini mengatakan adanya efek seperti ganja yang dirasakan seperti rasa senang yang berlebihan, walaupun ada efek samping yang dirasakan, seperti halusinasi dan rasa kaku sekujur tubuh, sehingga dikatakan seperti tertimpa gorila. Tidak heran, banyak pemakainya mengatakan bahwa zat ini berefek mirip ganja.
Dalam penelusuran berita terkait hal ini dikatakan bahwa tembakau Gorilla mengandung zat sintetis mirip ganja (canabinoid), yaitu AB-CHMINACA.
Kepala Humas BNN Kombes Pol Selamet Pribadi, seperti dikutip dari berita metronews.com, Jumat (9/10/2015), mengatakan bahwa zat ini memiliki sifat seperti canabinoid atau halusinogen (zat yang bisa menyebabkan halusinasi). Artinya, zat ini bisa menimbulkan gejala gangguan jiwa, seperti halusinasi.
Bahayanya
Zat yang dapat menyebabkan gejala gangguan jiwa seperti euforia ataupun halusinasi berbahaya bagi otak pemakainya. Euforia atau senang berlebihan dan halusinasi atau gangguan persepsi sehingga orang bisa melihat atau mendengar sesuatu yang tidak ada sumbernya adalah dua gejala gangguan jiwa yang terkait dengan aktivitas zat kimia di otak (neurotransmiter) dopamin.
Dopamin di otak, jika dalam jumlah yang seimbang, sebenarnya berfungsi untuk proses berpikir dan merasakan sesuatu. Jika jumlahnya berlebihan, maka kondisi itu bisa menimbulkan gejala gangguan jiwa, seperti halusinasi dan delusi (biasanya delusi paranoid, misalnya ketakutan atau kecurigaan yang berlebihan bahwa ada seseorang yang akan berbuat jahat terhadap dirinya).
Inilah yang juga terjadi pada pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mengalami halusinasi dan delusi karena dopamin di otaknya berlebih.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.