Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/01/2016, 12:40 WIB

Perempuan yang mengelola bisnis miliknya sendiri ini kerap memilih segera pulang apabila mendung mulai muncul di langit.

Semakin dewasa, ketakutan Michelle bukan berkurang, malah bertambah. Ia juga merasa tidak nyaman berada di ketinggian, misalnya saat bepergian dengan pesawat terbang. Ia pun cemas akan ada gempa apabila berada di dalam gedung tinggi dan tertutup. Ketakutannya berubah menjadi pengalaman traumatik ketika tahun 2006 terjadi gempa di Yogyakarta.

Beragam upaya untuk mengurangi ketakutan sudah ia coba. ”Mulai dari meditasi, yoga, reiki, hingga konsultasi ke psikolog, tetapi belum banyak berkurang. Kalau keadaan terpaksa, ya memang aku tetap keluar rumah, tetapi dengan perasaan kacau dan enggak konsentrasi,” ujarnya.

Proses di otak

Terapis yang juga hypnotherapist bersertifikasi, Anthony Dio Martin, menyebutkan, fobia terbentuk akibat proses stimulus-respons yang berinteraksi terus-menerus sehingga otak terkondisikan (belajar) bahwa sesuatu itu menakutkan.

Dio Martin merujuk pada teori kondisioning klasik Pavlov, dengan eksperimennya yang terkenal yang menggunakan anjing.

Menurut Dio Martin, proses stimulus-respons yang terjadi di otak itu awalnya memunculkan perasaan cemas yang tidak beralasan, yang karena terus dikondisikan kemudian menjadi takut berlebihan, trauma, dan akhirnya menjadi fobia.

”Untuk penyembuhannya perlu mengubah bagaimana otak kita menyimpan memori tentang hal yang menakutkan itu,” kata Dio Martin.

”Fobia bisa disebabkan oleh sesuatu yang terjelaskan, tapi bisa juga oleh sesuatu yang tidak spesifik. Saya pernah menangani kasus seseorang yang sangat takut sama buah, ternyata pada waktu kecil, dia dipaksa ayahnya untuk makan segala macam buah. Ini penyebabnya jelas. Tetapi, ada juga fobia yang penyebabnya tidak spesifik, seperti takut melihat paruh ayam, mata kucing, dan lainnya. Pokoknya takut,” kata Dio Martin yang mendalami terapi NLP (neuro-linguistic programming) untuk menangani kasus-kasus fobia.

Menurut Dio Martin, fobia bisa disembuhkan, namun penyembuhannya tidak bisa melalui konseling, tetapi harus melalui terapi, karena fobia berhubungan dengan proses di otak.

”Banyak yang menganggap fobia bisa disembuhkan sendiri. Ini sulit dilakukan karena yang bersangkutan tidak bisa menolong dirinya sendiri. Jadi harus dengan bantuan tenaga profesional,” kata Dio Martin.

Tak sedikit penderita fobia yang enggan diterapi karena ”malu” dan menganggap persoalan yang dihadapinya sepele. ”Padahal, fobia itu tidak ada yang konyol. Apalagi kalau sudah sampai mengganggu aktivitas dan berdampak pada kebahagiaan hidupnya. Itu butuh terapi. Jangan sampai potensi untuk khawatir tidak beralasan itu kemudian merembet kepada hal lain,” katanya. (MYR/DAY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com