Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/01/2016, 18:45 WIB
Lily Turangan

Penulis

Sumber WebMD

KOMPAS.com - Thyfault, PhD, adalah seorang profesor di Kansas University Medical Center, yang mengkhususkan dirinya belajar tentang efek olahraga terhadap kesehatan. Setiap tahun, dia menyempatkan diri menghadiri pertemuan tahunan American Diabetes Association. Pertemuan ini biasanya dihadiri oleh belasan ribu orang, bahkan pernah tercatat dihadiri oleh 18.000 orang.

Sebagaimana sebuah konferensi besar, konferensi ADA juga diadakan di bangunan besar lengkap dengan lift, eskalator dan tangga biasa.

Menurut pengamatan Thyfault, lebih banyak orang memilih menggunakan lift atau eskalator, ketimbang bersusahpayah turun-naik tangga biasa.

Padahal, banner berisi ajakan 'Stop Diabetes' terpampang di hampir seluruh penjuru gedung dan salah satu faktor penting mencegah diabetes adalah dengan aktif secara fisik.

Setiap kali melihat pemandangan menyedihkan ini, Thyfault akan segera mengambil gambar dengan ponselnya. Gambar-gambar yang dihasilkan Thyfault menunjukkan, tangga cenderung kosong sedangkan lift dan eskalator sangat penuh. Gambar ini bicara lebih dari seribu pil yang biasa dikonsumsi penderita diabetes.

"Olahraga dan aktivitas fisik, bukan sesuatu yang ekstra di dalam hidup Anda, dan bukan untuk mendapat bonus kesehatan. Sebaliknya, olahraga dan aktivitas fisik adalah sesuatu yang memang harus ada dan dilakukan supaya tubuh kita bisa berfungsi normal," katanya.

Thyfault menambahkan, aktivitas fisik (termasuk olahraga) bukan juga sekadar kegiatan membentuk, mengencangkan otot dan membakar lemak. Fungsinya jauh lebih banyak dari itu semua, beberapa di antaranya adalah:

 

Olahraga dan gula darah

Dalam satu percobaan, Thyfault merekrut beberapa orang yang konsisten berjalan kaki setidaknya 10.000 langkah setiap hari dan meminta mereka untuk mengurangi porsi aktivitas fisiknya tersebut menjadi sekitar 5.000 langkah sehari.

Hasilnya, Thyfault melihat perubahan dalam cara  pembuluh darah mereka bekerja dan seberapa baik mereka bisa mengendalikan gula darah setelah makan.

Nampaknya, setelah mengurangi porsi aktivitas fisik, tubuh para relawan tidak lagi bisa mengendalikan gula darah sebaik ketika mereka masih berjalan sebanyak 10.000 ribu langkah perhari. Penelitian menunjukkan, mereka sedang dalam 'perjalanan' menuju diabetes tipe-2.

"Jika hal ini diteruskan, bukan tidak mungkin mereka akan benar-benar menderita diabetes," kata Thyfault.

Hasil pengamatan Thyfault ini sejalan dengan hasil sebuah studi yang disponsori oleh pemerintah AS, yang disebut Program Pencegahan Diabetes. Para peneliti  merekrut lebih dari 3.000 orang dewasa yang kelebihan berat badan dan dalam kondisi pradiabetes, kemudian mereka dibagai menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama dibantu untuk  menerapkan pola makan yang lebih baik dan berolahraga lebih banyak, yaitu 150 menit dalam seminggu.

Kelompok kedua diminta mengonsumsi obat  metformin, yaitu obat yang membantu  tubuh merespon insuln dengan lebih baik. Kelompok ketiga diberi pil plasebo.

Hasilnya, setelah empat tahun, kelompok pertama menunjukkan kemajuan yang lebih baik dari dua kelompok lainnya. Mereka bisa menurunkan angka risiko diabetes sebesar 58 persen, sedangkan kelompok kedua sebesar 31 persen dan kelompok ketiga sebesar 27 persen.

 

 

Olahraga dan lemak

Laurie J. Goodyear, PhD, adalah peneliti senior di Joslin Diabetes Center dan profesor di Harvard Medical School. Dia mempelajari efek olahraga pada lemak, khususnya jaringan lemak putih yang ada tepat di bawah kulit.

Kebanyakan orang tahu bahwa olahraga dapat membakar lemak. Itulah alasan utama mengapa banyak orang rajin berolahraga.

Tetapi jaringan lemak bukanlah sekadar sumber kalori ekstra. "Jaringan lemak di tubuh kita memiliki banyak sifat lainnya," kata Laurie. Olahraga dapat membuat jaringan lemak menjadi lebih sehat dan membantu membakar lebih banyak energi. "

Secara khusus, Laurie mengatakan, aktivitas fisik dapat menyusutkan ukuran sel lemak individu dan mendorong sel-sel memroduksi lebih banyak komponen  penghasil energi yang disebut mitokondria.

Artinya, dengan aktif secara fisik, jaringan lemak akan membakar lebih banyak kalori, bahkan pada saat Anda sedang  beristirahat.

 

Olahraga, pembuluh darah dan otak

Olahraga juga mempengaruhi lapisan endotelium pembuluh darah. Lapisan ini hanya ada satu dan jika rusak, akan lebih mudah terjadi penggumpalan darah.

Michael D Brown, PhD, seorang profesor kinesiologi dan nutrisi di University of Illinois di Chicago, telah menemukan bahwa ketika tubuh tidak aktif, sel-sel dalam endotelium menjadi lamban dan tidak berada pada  dinding pembuluh benar.

Olahraga, yang menyebabkan darah mengalir lebih cepat, akan mendorong sel menempati posisinya dengan benar.

Sekitar 12 jam setelah berolahraga,  sel-sel akan mereposisi diri mereka sendiri sejalan dengan aliran darah. Hal ini membantu pembuluh darah bekerja dengan lebih baik, menjaganya tetap terbuka dan elastis, alih-alih menjadi kaku, sempit, dan tersumbat.

Di dalam otak, studi terbaru menunjukkan bahwa aktivitas fisik mampu membuat otak menjadi lebih terhubung dengan area putih yang berfungsi seperti kabel yang mentransmisikan sinyal antara sel-sel saraf.

Alhasil, orang yang aktif secara fisik akan memiliki kontrol diri, kemampuan mengingat dan mengambil keputusan yang lebih baik dari mereka yang jarang berolahraga atau beraktivitas fisik. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com