Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/02/2016, 09:03 WIB
Lily Turangan

Penulis

Emosi psikopat bukan emosi spontan

Christian Keysers Ph.D., kepala laboratorium Netherlands Institute for Neuroscience dan tim mengadakan penelitian selama dua dekade untuk membuktikan, apakah memang benar psikopat tidak memiliki empati.

Tim membawa 21 terpidana psikopat pelaku kekerasan untuk melakukan scan otak. Setiap pasien ditunjukkan adegan film yang memperlihatkan orang-orang  menyakiti satu sama lain sementara aktivitas otak mereka diukur dengan menggunakan fMRI.

Pertama, pasien hanya diberitahu untuk menonton film dengan hati-hati. Kemudian, Harma Meffert, mahasiswa doktoral yang terlibat dalam penelitian  pergi ke ruang scanner dan memukul tangan para psikopat  untuk melokalisasi daerah otak yang mengatur reaksi atas sentuhan  dan rasa sakit.

Peneliti melakukan hal yang sama terhadap 26 relawan pria nonpsikopat, yang berusia dan ber-IQ sama dengan para psikopat.

Hasil penelitian, yang sudah diterbitkan dalam jurnal Brain,  menunjukkan bahwa aktivasi motorik, somatosensori dan daerah otak yang mengatur emosi, jauh lebih rendah pada pasien dengan psikopati dibandingkan subjek normal. Sampai di sini, teori yang menyebutkan bahwa psikopat kurang atau tidak punya emosi, nampaknya benar.

Valeria Gazzola, peneliti yang juga menjabat kepala lab, menyarankan agar relawan psikopat menonton film lagi, sambil meminta agar mereka mencoba berempati kepada tokoh korban di film itu.  

Dilihat dari hasil fMRI, imbauan Gazolla yang sederhana itu ternyata mampu mengaktifkan bagian otak yang mengatur emosi. Para psikopat mampu berempati ketika disuruh untuk itu.

Bagi kebanyakan kita, rasa empati adalah sesuatu yang otomatis muncul ketika melihat kesedihan atau ketidakadilan. Tidak demikian dengan cara kerja otak psikopat. Jika mereka ingin, mereka dapat berempati. Ini juga menjelaskan bagaimana mereka bisa begitu menawan sekaligus  begitu manipulatif.

Setelah Anda melakukan apa yang menjadi tujuan mereka, bagian otak yang mengatur emosi kembali tidak aktif. Mereka kembali tidak punya rasa empati terhadap penderitaan orang lain.

Tampaknya individu dengan psikopati memiliki pola kerja otak yang berbeda. Tombol otomatis yang menyalakan reaksi empati mereka nampaknya mati.

Masih banyak yang perlu dipahami tentang mengapa dan bagaimana individu dengan psikopati memiliki potensi untuk berempati tapi potensi ini bisa mati secara tiba-tiba.

Untuk para terapis yang sering menangani pasien psikopat,  temuan ini menunjukkan bahwa mungkin pendekatan terbaik bukanlah mengajar para psikopat berempati - mereka bisa berempati jika mereka mau dan merasa perlu.

Mungkin, para psikopat perlu didorong atau dilatih untuk selalu dan selalu berempati, sebelum kekerasan menjadi bagian dari gaya hidup mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com