Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/02/2016, 15:21 WIB
Lily Turangan

Penulis

KOMPAS.com - Makanan olahan atau makanan cepat saji kerap disalahkan sebagai penyebab obesitas, tekanan darah tinggi dan diabetes tipe-2. Makanan olahan bukan hanya makaroni atau sup instan, keripik kentang atau hamburger yang Anda beli di pinggir jalan atau restoran. Ada makanan yang Anda buat di rumah juga adalah makanan olahan.

Meski makanan olahan diklaim negatif, sebenarnya mereka memiliki tempat dalam pola makan sehat seimbang.

Sebelumnya, kita harus tahu dulu apa yang sebenarnya disebut makanan olahan, kata Andrea Giancoli, MPH, RD, mantan juru bicara Academy of Nutrition and Dietetics.

Sebagai contoh, kata Giancoli, roti tawar putih yang sebenarnya telah mengalami beberapa proses pengolahan sehingga sejumlah kandungan serat dan nutrisinya hilang. Bukankah Anda membelinya lalu mengolahnya lagi di rumah dengan menambahkan selai lalu mungkin memanggangnya?

Lalu ada alat food processor, bukankah dari namanya saja sudah menunjukkan bahwa itu alat pengolah makanan?

Yang disebut makanan olahan spektrumnya cukup luas, dari pengolahan minimal sampai pengolahan berat atau maksimal.

Pengolahan minimal misalnya, sayur beku, kacang-kacangan beku, salad kemasan, dan daging beku. Pembekuan ditujukan agar bahan makanan tidak mudah rusak dan nutrisinya terjaga.

Lalu ada makanan dengan tambahan pemanis, penambah rasa, tepung, minyak dan lain sebagainya seperti saus, salad dressing, yogurt dan bahan-bahan pembuat kue dalam kemasan.

Makanan cepat saji juga termasuk makanan olahan seperti biskuit, burger, ayam goreng tepung, pizza beku, makanan jadi beku yang tinggal dipanaskan dan lain sebagainya. Yang terakhir ini termasuk makanan olahan dengan proses pengolahan paling maksimal.

Sisi positif makanan olahan
Makanan olahan seperti yoghurt, sayur dan buah beku, dapat kita kategorikan sebagai makanan sehat karena nutrisi yang terkandung di dalamnya. Makanan seperti ini, sangat berguna untuk menghemat waktu buat orang-orang yang sibuk.

"Anda harus melihat dalam gambaran yang besar. Makanan olahan tak selalu buruk. Semakin minimal cara pengolahannya, semakin utuh kadar nutrisi di dalam makanan, dan semakin sehat makanan itu," papar Giancoli.

Ini berlaku baik untuk makanan olahan rumah maupun pabrik. Jika Anda membeli makanan olahan, jadilah detektif. Teliti label nutrisi di kemasan.

Teliti gula, sodium dan lemak tersembunyi
Mengonsumsi makanan olahan dalam kadar moderat, masih bisa ditolerir. Tapi sebagai konsumen, sebaiknya Anda meneliti keberadaan tiga zat ini, yang mungkin saja tersembunyi dengan nama lain.

Gula
"Kita memiliki banyak sekali gula tambahan dalam suplai makanan kita. Makanan berlabel natural, yang selama ini kita pikir pasti sehat, ternyata belum tentu.”

Bukan cuma sirup jagung fruktosa tinggi (high fructose corn syrup) yang perlu diwaspadai. Gula tebu murni pun, jika dikonsumsi berlebihan akan menyebabkan obesitas dan meningkatkan risiko diabetes dan tekanan darah tinggi.

Sodium
Rata-rata sayur, sup dan saus kalengan mengandung sodium. Sodium digunakan untuk sebagai penambah atau penguat rasa dan pengawet. Tubuh kita membutuhkan sodium tapi tanpa sadar sering mengonsumsi lebih dari yang dianjurkan yaitu 2.300 mg perhari.

Lemak
Lemak tambahan pada makanan kemasan atau olahan membuat makanan itu lebih berteksteur dan gurih. Anda harus mewaspadai lemak trans, karena dapat menaikkan kadar kolesterol jahat dan menunrunkan kadar kolesterol baik.

Menurut FDA, sebuah produk baru berhak berlabel nol lemak trans jika dalam satu sajiannya mengandung kurang dari setengah gram lemak trans.

Meski label makanan sudah bertuliskan nol lemak trans, Anda tetap harus meneliti adakah kandungan minyak sayur terhidrogenisasi di dalamnya. Minyak sayur terhidrogenisasi mengandung lemak trans di dalamnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com