Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan: Bukan Larvasida yang Sebabkan Mikrosefali

Kompas.com - 17/02/2016, 11:40 WIB
KOMPAS.com - Berita mengenai kecurigaan rekayasa genetika di balik epidemi zika yang menyebabkan bayi menderita mikrosefali menjadi viral di media. Namun, kecurigaan tersebut ditepis ilmuwan dari Australia.

Sebelumnya diberitakan, menurut sekelompok dokter di Argentina, zat kimia dalam larvasida yang disebut Pyriproxyfen, dibuat oleh perusahaan Jepang Sumitomo Chemical, ditambahkan dalam sumber air minum warga Brasil tahun 2014.

Hal itu disebut-sebut menjadi penyebab merebaknya kasus mikrosefali di Brasil, bukan virus zika yang ditularkan nyamuk.

Namun menurut pakar, ada beberapa alasan mengapa Pyriproxyfen tidak mungkin menyebabkan cacat lahir pada bayi.

Zat kimia tersebut bekerja dengan mengganggu hormon yang membuat larva serangga menetas. Hal itu tidak terjadi pada manusia.

Selain itu, pestisida juga tidak mudah diserap tubuh, tetapi langsung dikeluarkan dari sistem pencernaan.

Studi pada hewan menunjukkan, tidak ada efek kesehatan pada organ reproduksi atau perkembangan dari Pyriproxyfen dalam dosis sampai 100 mg per kilogram berat badan setiap hari.

"Dalam hal seberapa banyak zat itu dipakai di penampungan air, seseorang mungkin harus minum 1000 liter air sehari untuk mencapai level toksisitas yang sama pada hewan," kata Ian Musgrave, dosen senior di Fakultas Kedokteran Universitas Adelaide, Australia.

Andrew Baartholomaeus, konsultan toksikologi dari Universitas Canberra Australia mengatakan, pelarangan penggunaan larvasida pada penampungan air justru merugikan manusia.

"Pelarangan pada program pengendalian nyamuk bisa meningkatkan risiko kematian dan penyakit serius seperti malaria, dengue, dan penyakit lain yang ditularkan nyamuk," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com