Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2016, 14:20 WIB

Menurut dia, selama ini jarang sekali penyuluhan kesehatan dilakukan di desanya.

Tidak ada lagi malaria

Seiring dengan kasus malaria yang berkurang, riset di SLVP yang dulu fokus pada malaria pun kini meluas pada penyakit tular vektor lain, seperti chikungunya, filariasis, dan DBD. SLVP pun berubah nama menjadi Loka Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Loka Litbang P2B2) Ciamis.

Hasil penelitian Kepala Loka Litbang P2B2 Ciamis Lukman Hakim tahun 2015 seolah mengonfirmasi hal itu.

Hasil penelitian Lukman menunjukkan, tidak ditemukan malaria pada 500 sampel darah manusia dan sampel nyamuk Anopheles sundaicus yang selama ini menjadi vektor utama malaria di Pangandaran.

Sampel diambil pada periode Juni-Oktober 2015 di empat tempat. Pada saat bersamaan, kasus DBD dari tahun ke tahun cenderung naik. Fakta ini seolah-olah menunjukkan bahwa penyakit malaria yang dulu banyak di Pangandaran telah "digantikan" DBD yang sama-sama disebarkan oleh nyamuk.

Hasil penelitian lain dari Loka Litbang P2B2 Ciamis tahun 2013 terhadap 57 kios di Pasar Wisata Pangandaran menunjukkan, berdasarkan indeks kepadatan jentik, Pangandaran dikategorikan sebagai daerah dengan risiko penularan sedang. Selain itu, temuan lain yang menarik ialah ditemukan aktivitas malam hari (pukul 18.00-03.00) nyamuk Aedes.

Menurut peneliti Loka Litbang P2B2 Ciamis, Heni Prasetyowati, meskipun tidak diketahui adanya aktivitas menggigit di malam hari, temuan bahwa Aedes juga beraktivitas pada malam hari semakin meningkatkan risiko penyebaran penyakit DBD.

Temuan tersebut seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah dan pengelola tempat wisata agar selalu menjaga kebersihan Pangandaran. Jika tidak, satu juta lebih wisatawan yang datang ke Pangandaran setiap tahun berisiko digigit nyamuk dan terinfeksi penyakit.

Berdasarkan penelitian lain, aktivitas nokturnal nyamuk Aedes juga ditemukan di sejumlah tempat di Bogor, Pulau Pramuka, dan Pulau Pari di Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta, serta di Kota Balikpapan dan Lombok Utara.

Menurut Lukman, infeksi penyakit tular vektor nyamuk terjadi jika manusia mendekati nyamuk atau sebaliknya nyamuk mendatangi manusia.

Lukman juga mengingatkan, tidak adanya kasus malaria dalam beberapa tahun terakhir tidak boleh membuat masyarakat dan pemerintah lengah. Malaria sewaktu-waktu dapat muncul kembali karena vektor penyebar penyakitnya ada di sana.

Sebenarnya, menurut Lukman, kondisi Pangandaran tidak cukup kondusif bagi nyamuk Aedes untuk berkembang biak pesat. Umur Aedes di Pangandaran kemungkinan lebih pendek.

Oleh karena itu, banyaknya kasus DBD beberapa waktu terakhir masih dipantau untuk lebih memastikan apakah kasus itu terkait erat dengan indeks jentik yang padat atau karena sebab lain, seperti infeksi terjadi di luar Pangandaran.

Bagi tempat wisata, aspek kebersihan lingkungan sangat menentukan keberlangsungan pariwisata. Jika tidak dijaga, bukan tidak mungkin pamor Pangandaran bisa menurun.

Kondisi kesehatan Pangandaran itu akan menjadi urusan Jeje Wiradinata yang baru beberapa hari dilantik menjadi Bupati Pangandaran. Saatnya menunjukkan bahwa pemekaran wilayah benar-benar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. (Adhitya Ramadhan)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Februari 2016, di halaman 1 dengan judul "Malaria Hilang, DBD Datang".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com