Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/04/2016, 22:03 WIB
Lily Turangan

Penulis

Sumber WHO

KOMPAS.com - Kasus demam berdarah dengue (DBD) masih belum berakhir. Pada akhir Januari lalu, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan ada 107 kabupaten yang melaporkan serangan DBD dengan 1.669 kasus. Tercatat 22 penderita meninggal dunia, sehingga rata-rata angka kematian DBD pada Januari 2016 adalah 1,3 persen.

Lima tahun terakhir kejadian DBD berkisar empat hingga 103 kejadian dengan sekitar 630 hingga 8.056 kasus. Jumlah kematian akibat DBD berkisar satu hingga 144. Dengan statistik tersebut, rata-rata angka kematian karena DBD selama lima tahun terakhir, artinya berkisar 0,1 hingga 1,8 persen.

DBD adalah penyakit seperti flu yang disebabkan oleh salah satu dari empat jenis virus dengue yang ditularkam oleh nyamuk Aedes aegypti betina. DBD biasanya ditemukan di daerah tropis dan subtropis.

Di daerah yang lebih utara, penyakit ini ditularkan oleh Aedes albopictus, yang dapat menahan suhu dingin. Manusia tidak dapat menginfeksi satu sama lain, tapi bisa menginfeksi nyamuk yang menggigitnya, untuk kemudian ditularkan ke manusia lain.

 

Apa saja gejalanya? Sekitar setengah dari orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala, menurut Centers for Disease Control and Prevention. Setengah lainnya tidak begitu beruntung.

Empat sampai 10 hari setelah digigit, mereka mungkin mengalami demam hingga 40 derajat Celcius bersama dengan sakit kepala parah, nyeri otot, sendi dan area di belakang mata.

Tidak jarang penderita merasa seolah-olah tulang mereka mau copot. Karenanya, ada juga orang yang menyebut DBD sebagai demam tulang (breakbone dengue).

 

Seberapa seriuskah DBD itu? Puluhan juta pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun, tetapi kebanyakan dari mereka sembuh setelah dua sampai tujuh hari.

Beberapa orang mengalami penurunan suhu setelah menderita demam, tapi kemudian suhu badan naik lagi. Demam kedua ini adalah bentuk DBD yang lebih parah dan dapat menyebabkan kerusakan organ, pendarahan parah, dehidrasi dan bahkan kematian.

 

Bagaimana cara pengobatannya? Pasien diberi obat untuk meredakan gejala mereka dan diminta minum banyak air dan istirahat.

 

Apakah kita bisa menderita DBD lebih dari sekali? Setelah Anda sembuh dari infeksi dengue pertama, Anda kebal terhadap jenis tertentu dari virus tersebut tetapi tidak untuk tiga jenis lainnya.

Banyak negara menjadi 'rumah' bagi empat jenis virus dengue. Seseorang yang terinfeksi untuk kedua kalinya, lebih berisiko untuk mengembangkan gejala yang lebih parah.

Nyamuk yang membawa virus demam berdarah juga dapat membawa virus demam kuning dan virus chikungunya.

 

Seberapa tinggi angka kasus DBD saat ini? Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan 50-100 juta orang terinfeksi setiap tahun (studi tahun 2013 menunjukkan jumlah lebih tinggi yaitu 400 juta).

 

Mengapa angkanya begitu tinggi? Globalisasi termasuk pemanasan global menjadi dua di antara sekian banyak penyebabnya. Nyamuk dapat bersembunyi dan berkembang biak di barang-barang yang diperdagangkan. Wisatawan yang terinfeksi juga dapat menyebarkan penyakit ini.

Pemanasan global menyebabkan musim menjadi kacau, sehingga banyak penyakit datang di waktu-waktu yang tidak terduga. Suhu Bumi naik menyebabkan nyamuk berkembang biak dengan lebih pesat.

 

Bagaimana kita menghentikannya? Saat ini, upaya pencegahan masih fokus pada penyemprotan lingkungan dengan pestisida, meski ada ancaman modifikasi genetik dapat terjadi pada nyamuk yang terkena pestisida tapi tidak mati.

Orang-orang juga mengandalkan kelambu dan losion antinyamuk. Selain itu, membersihkan tempat-tempat di mana terdapat air tergenang. Saat ini, vaksin DBD sudah ditemukan tetapi belum masuk ke Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com