KOMPAS.com - Raden Ajeng Kartini merupakan perempuan yang berjasa besar pada kesetaraan perempuan Indonesia dalam pendidikan. Hasilnya pun sudah bisa kita rasakan. Sayangnya, dalam hal kesehatan masih banyak pekerjaan rumah untuk diselesaikan.
Tak banyak orang yang ingat bahwa Kartini meninggal empat hari setelah melahirkan anak pertama dan satu-satunya pada 17 September 1904. Putri Bupati Jepara itu meninggal akibat perdarahan di usia 25 tahun.
Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah ironi karena Kartini meninggal lebih dari 100 tahun lalu. Hingga saat ini Indonesia masih berjuang untuk memperbaiki derajat kesehatan perempuan.
Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 mengungkap, 359 per 100.000 ibu meninggal akibat kehamilan, persalinan dan nifas.
Sedangkan, data World Health Organization (WHO) menunjukkan, di Indonesia tercatat 190 kematian ibu tiap 100.000 kelahiran pada 2013.
Angka ini berada di peringkat ketiga paling buruk di negara anggota ASEAN, walaupun Indonesia menduduki tingkat ekonomi terbesar di ASEAN.
Penurunan AKI menjadi salah satu dari komitmen tujuan pembangungan global (Millennium Development Goals/MDGs) yang disepakati oleh pemerintah Indonesia tahun 2007.
Kementrian Kesehatan juga membuat Program Keluarga Sehat sejak akhir 2015 lalu. Program tersebut terdiri atas 12 indikator dan kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas pertama dalam indikator keluarga sehat.
Pernikahan dini
Salah satu penyebab tingginya AKI adalah masih terjadinya praktif pernikahan dini. "Perkawinan usia dini memicu tingginya angka kematian ibu," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty, dalam sebuah acara.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.