Akhirnya, apa yang kelihatan sebagai ‘seharusnya’ menjadi mimpi belaka, ketimbang apa yang penting diperbuat. Padahal, faktanya, manusia tidak menjalankan apa yang ‘seharusnya’ – melainkan apa yang saat itu penting.
Seharusnya, kendaraan berhenti saat palang pelintasan kereta api turun. Tapi orang memilih menerobos kolong palang pintu, karena yang penting ingin cepat-cepat sampai di tujuan.
Seharusnya, penderita diabetes mempunyai berat badan proporsional. Tapi mereka tetap gemuk, karena yang penting hanya nilai gula darah yang cukup dikontrol dengan cara praktis: minum obat penekan gula darah.
Seharusnya, jam 10 malam badan membutuhkan istirahat tidur nyenyak. Tapi banyak orang memilih tetap terjaga hingga tengah malam, karena yang penting harus tetap mengikuti serial drama televisi yang pantang terlewat. Mata mengantuk esok hari, toh bisa diganjar dengan kopi satu gelas.
Tentang marketing of health
Marketing of health tidak bisa berpatokan pada apa yang seharusnya. Tapi pada apa yang penting. Bagaimana publik bisa melihat bahwa hal tersebut penting bagi mereka. Bukan bagi pemerintah dan pencapaian program.
Saat ini telah berkembang berbagai normalitas baru akan gaya hidup yang sama sekali berbeda dengan situasi beberapa dekade lalu.
Normalitas baru tentang makna kepraktisan, hemat waktu, efisien dan entah apa lagi istilah moderen lainnya.
Yang patut dipahami, tubuh ini tetap klasik. Tubuh tidak berevolusi secepat teknologi elektronik. Jadi, istilah praktis tentu tidak bisa diterapkan untuk memberi makan tubuh.
Marketing of health tidak selayaknya mempromosikan sarapan praktis dengan keberpihakan industri teknologi pangan.
Tetapi justru memberi pemahaman tentang asupan pangan yang benar dan berpihak pada kebutuhan kodrati – bukan kebutuhan tubuh yang dipaksakan sebatas yang tertulis di kemasan produk pabrik.
Tidak ada merek dagang yang diuntungkan. Tapi kesejahteraan merata bagi si pemilik tubuh, pengolah hasil bumi, kesuburan tanah pertiwi, keberlangsungan hidup yang mumpuni. Itu makna promosi kesehatan.
Tidak harus, sih. Tapi jika ini penting, tentu ada pihak yang akan memulai prosesnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.