Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/05/2016, 16:00 WIB

Tim Redaksi

KOMPAs.com - Ikan salmon dianggap sebagai makanan mewah dengan harga selangit. Padahal, biaya untuk membeli makanan kaya protein tersebut jauh lebih murah ketimbang rokok yang terbukti merugikan tubuh.

Baim (30), dalam sehari bisa menghabiskan empat bungkus rokok. Ia selalu beranggapan kalau bahan pangan kaya protein seperti salmon tak layak dibeli lantaran harganya yang tinggi.

“Buang uang saja. Ikan doang kok mahal banget,” jawab Baim singkat.

Ia juga selalu menghemat pengeluaran untuk belanja makan keluarganya. Padahal, kalau dihitung, uang rokok Baim dalam sehari bisa digunakan untuk membeli makanan yang dianggap mewah tersebut.

Misalnya, harga rata-rata rokok adalah 15 ribu rupiah. Jadi, dalam sehari Baim menghabiskan 60 ribu rupiah untuk rokok.

Harga salmon per 100 gram adalah 25 ribu rupiah. Harusnya, dalam sehari Baim dan keluarga bisa menyantap ikan mewah kaya protein tersebut setidaknya 200 gram.

Prof. Hardinsyah, MS. PhD yang merupakan Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia kerap heran dengan prioritas masyarakat Indonesia. Masih banyak masyarakat yang masuk taraf kekurangan gizi tapi mampu membeli rokok.

“Selama ini kasus kekurangan gizi dikaitkan dengan kondisi ekonomi. Tapi kok mereka mampu beli rokok? Kenapa uangnya tak dipakai untuk beli makanan saja?” tanya Hardinsyah.

Dari data yang dihimpun oleh Hardinsyah, sekitar 37 persen masyarakat Indonesia masih kekurangan protein. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang protein berkualitas, seperti kisah Baim di atas.

“Masih banyak yang berpikir kalau makan itu yang penting kenyang. Perbanyak nasi, minim lauk pauk. Kurang buah dan sayur pula,” ujar Hardinsyah.

Padahal, lanjut Hardinsyah, makanan tinggi protein tak harus mahal seperti salmon. Sumber protein dengan harga terjangkau seperti ikan lele, telur, tahu, dan tempe bisa membuat sebuah keluarga terhindar dari kekurangan protein.

 “Ikan lele kan murah. Tak sampai 20 ribu rupiah sudah bisa dimakan sekeluarga. Jauh lebih murah ketimbang biaya beli rokok,” jelas Hardinsyah.

Kekurangan protein bisa menimbulkan gangguan fungsi otot, menurunnya konsentrasi, rambut rontok. Bahkan bisa berujung pada penyakit serius seperti diabetes, stroke, penyakit jantung koroner dan osteoporosis.

Pada anak, bisa mengakibatkan stunting atau bertubuh pendek serta obesitas yang berujung pada penyakit kardiovaskuler di usia dewasa. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebut satu dari tiga anak Indonesia memiliki fisik pendek karena kekurangan gizi hingga berisiko mengalami gangguan tumbuh kembang.

“Hal ini bisa dicegah dengan mudah dan murah, kurang dari harga dua bungkus rokok perhari,” imbuh Hardinsyah. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com