Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Hidup Sehat dan Jadi Sehat adalah Tentang Persistensi dan Konsistensi

Kompas.com - 03/06/2016, 20:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBestari Kumala Dewi

KOMPAS.com - Mendengar istilah ‘kung fu’ (dalam versi lain juga ditulis ‘gong fu’) pikiran kita otomatis beralih ke film-film tarung ala Bruce Lee atau Jacky Chen. Suatu ajang adu laga yang mengumbar ketegangan sekaligus kelihaian.

 

Keahlian bela diri cenderung nampak magis begitu sang pendekar mampu melompat melebihi ketinggian tubuhnya, hingga bertengger di atas atap rumah.

 

Usut punya usut, karakter Tionghoa ‘kung fu’ ternyata mempunyai makna sedalam pemahaman praktisi kung fu yang sesungguhnya.

 

Kung’ sendiri tersusun dari dua simbol yang berarti kerja tanpa henti, penuh persistensi, konsistensi dan kesungguhan yang berujung pencapaian.

 

‘Fu’ adalah bentuk hasil keterampilan kerja manusia yang tanpa henti itu, produk dari suatu mastery. Kepiawaian hasil ketekunan tanpa cela.

 

Memahami ‘kung fu’, salah besar jika decak kagum kita berpusat pada hasil akhirnya belaka, berupa manusia-manusia sakti gesit petakilan menghadapi serangan musuh.

 

Yang seharusnya lebih panjang dalam durasi film adalah perjalanan mengasah kerja keras seorang master kung fu.

 

Satu gerakan saja, mempunyai persisi yang pas antara napas dan ayunan sebelah tangan yang membutuhkan latihan berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Itu baru satu gerakan. Belum disebut jurus! Tidak ada pengalihan perhatian. Semua detak kehidupan, setiap harinya berpusat pada latihan, latihan dan latihan.

 

Seorang calon master mengamati bagaimana perbedaan hasil latihannya saat ia sedang marah atau pasrah. Sesungguhnya, ia tidak menghadapi siapa-siapa. Hanya dirinya sendiri.

 

Sulitnya melawan diri sendiri

Dalam karir saya membimbing pasien yang katanya mau sehat, azas serupa di atas mengena sekali. Kebanyakan pasien datang dengan niat muluk ‘ingin sehat’.

 

Terbebas dari belenggu penyakitnya yang mengharuskannya minum obat seumur hidup atau menurunkan bobot sekitar 20 kilo. Yang dijadikan fokus adalah hasil akhir. Tampilan diri yang seakan bisa mendadak berubah seperti mutant super power dalam film animasi.

 

Sangat menarik mengamati bagaimana reaksi orang yang ingin sehat itu, saat pertama mendengar paparan awal perjalanan panjang yang harus ditempuhnya. Ada yang langsung semangat dan menguras isi kulkas dari makanan-makanan ngawur dan menggantinya dengan bahan makanan sehat. Ada yang melirik pendampingnya, seakan menunggu restu.

 

Tak jarang, ada pula yang berbalik marah-marah menilai dokternya ekstrim bahkan judes. Padahal, pakem kesehatan dimana pun mengajarkan orang makan sayur dan buah juga. Bedanya, pakem tinggal pakem. Pelengkap informasi biar tidak dipersalahkan. Tapi, saya membuatnya menjadi nyata dan masuk akal.

 

Akan sangat menggelikan, bila mereka membawa cermin masing-masing dan berpikir mengapa reaksi mereka beragam.

 

Saya kadang jatuh kasihan kepada mereka yang bersungut-sungut. Sesungguhnya, perjalanan itu ada hanyalah untuk dijalani. Bahkan, dinikmati keindahan dan manfaatnya.

 

Bukan dinilai jauhnya, bagaimana kalau begini, bagaimana kalau begitu. Dilakoni saja belum. Padahal setiap hari masih bisa makan soto ayam, menikmati pepes beraneka ragam, sup yang enak-enak, makanan bersantan sesekali, bahkan makan di restoran dengan pilihan sehat.

 

Satu hal yang rupanya menjadi pemicu sensitif: saat produk kecanduan mereka dicabut dari daftar konsumsi. Tanpa mereka sadari, justru kecanduan itulah penyebab mengapa masalah muncul.

 

Melepaskan diri dari sesuatu yang sudah melekat memang tidak mudah. Hal yang melekat itulah merupakan distraksi, alias pengalihan fokus dari tujuan yang hendak dicapai.

 

Karenanya, sama seperti kung fu, menjadi sehat tidak seperti membalikkan tangan – apalagi dipelajari semalam dari buku panduan praktis.

 

Pengetahuan tentang kesehatan tidak otomatis membuat seseorang jadi sehat atau menjalani hidup sehat. Semuanya adalah tentang persistensi dan konsistensi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com