Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/07/2016, 13:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Setidaknya 10 bayi dan anak balita terindikasi memperoleh penyuntikan vaksin palsu yang diberikan oleh seorang bidan M Elly Novita di Ciracas, Jakarta Timur. Bayi dan anak balita itu untuk selanjutnya akan memperoleh pemeriksaan dan observasi dari tenaga medis terkait dampak vaksin palsu yang mereka peroleh.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek bersama Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto melihat kondisi kesehatan 10 bayi dan anak balita itu di klinik bidan Elly di Jalan Raya Centex, Ciracas, Kamis (30/6). Sementara Elly ditahan di Mabes Polri untuk dimintai keterangan.

Nila menyampaikan, seluruh bayi yang diduga memperoleh vaksin palsu akan diperiksa dan diobservasi terkait dampak dari penggunaan vaksin palsu tersebut. Untuk itu, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia.

"Berdasarkan penjelasan beberapa orangtua dari 10 bayi dan anak balita itu ada yang mengaku anaknya muntah setelah diberi vaksin di klinik Elly. Namun, ini juga akan kami periksa lebih lanjut," katanya.

Menurut Nila, agak sulit juga untuk mengidentifikasi efek penggunaan vaksin palsu pada bayi dan anak balita. Sebab, isi vaksin palsu itu juga belum diketahui karena masih diperiksa.

Jika vaksin itu hanya mengandung air infus dan antibiotik, kata Nila, dampak terbesar dari vaksin palsu itu adalah anak-anak tak memperoleh daya tahan tubuh dari penyakit. Vaksin yang dipalsukan umumnya pun adalah vaksin impor yang tak memberikan dampak naiknya suhu tubuh pada anak.

Sementara vaksin gratis yang disediakan pemerintah dan dapat diperoleh di puskesmas itu menimbulkan dampak naiknya panas tubuh pada anak.

"Saya telah menanyakan kepada bidan Elly, kenapa dia menggunakan vaksin yang dibeli dari luar. Karena bidan dan dokter dapat memperolehnya gratis di puskesmas. Ternyata, tujuannya tak lain adalah motif ekonomi," kata Nila.

Di kliniknya, Elly melayani vaksin palsu yang disebutnya sebagai vaksin impor tanpa efek naik panas tubuh itu seharga Rp 325.000. Jika mendapatkan vaksin dua kali, sebulan mencapai Rp 650.000.

Beberapa orangtua yang anaknya diduga memperoleh vaksin palsu mengaku tak merasa rugi secara ekonomis, tetapi mereka lebih khawatir terhadap kesehatan anak-anaknya.

"Jadi ini bagaimana dengan kesehatan anak saya. Kalau palsu, artinya anak saya belum memperoleh kekebalan tubuh," kata Hendra Marizan (36), yang anaknya menjadi satu dari 10 bayi dan anak balita yang memperoleh vaksin palsu di klinik bidan Elly.

Sutinah Haris (72) yang turut mengantarkan cucunya, Varisa (6 bulan), untuk diperiksa ulang di klinik bidan Elly, mengaku, untuk setiap kali vaksin cucunya menggunakan vaksin tanpa naik panas tubuh. Setiap kali vaksin minimal harus membayar Rp 250.000 dan maksimal bisa mencapai Rp 350.000 lebih.

"Saya sendiri datang membawa cucu ke klinik ini atas permintaan kepolisian. Saya diberi tahu kalau cucu saya akan diperiksa kembali. Kalau ibu dari cucu saya ini setiap hari bekerja," kata Sutinah.

Menurut seorang penyidik, Elly memperoleh vaksin palsu melalui seorang distributor vaksin Rian Kartawiyana. Rian membeli setiap botol vaksin seharga Rp 150.000. Rian kemudian menjualnya lagi kepada Elly seharga Rp 300.000. Kepada pasien, Elly menjualnya seharga Rp 325.000 sampai Rp 350.000 per botol.

Vaksin palsu itu telah digunakan Elly sejak 2014. Namun berdasarkan pemeriksaan, Elly baru dapat menunjukkan 10 bayi dan anak balita yang mengikuti program imunisasi di kliniknya selama periode 2016.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan, keterlibatan Elly dalam peredaran vaksin palsu itu diketahui pada Rabu malam berdasarkan pengakuan Rian Kartawiyana selaku distributor vaksin itu.

Selain di klinik Elly, berdasarkan pengakuan Rian, vaksin palsu itu juga didistribusikan ke sejumlah klinik di tujuh wilayah di Indonesia, di antaranya Bekasi dan Jakarta Timur.

Sejauh ini, Ari mengatakan, ada enam jenis vaksin yang dipalsukan, di antaranya vaksin hepatitis A dan B, campak, dan BCG. Kini pihaknya tengah mengembangkan pemeriksaan terkait produsen vaksin palsu itu. Ada dugaan produsen vaksin itu tak hanya pasangan suami istri di Bekasi, tetapi juga dari tempat lain.

"Kasus ini masih terus kami kembangkan terkait kandungan vaksin dan juga produsennya," kata Ari.

Cek bahan baku

Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mengungkapkan, polisi saat ini sedang melakukan langkah lanjutan dalam kasus vaksin palsu, yaitu mengecek bahan baku vaksin palsu kemudian meminta pendapat ahli apa dampaknya kalau disuntikkan ke dalam tubuh.

"Hari ini ada pembicaraan antara Menteri Kesehatan dan Kepala Bareskrim tentang bahan vaksin palsu, dampaknya, serta bagaimana mencegah vaksin palsu," ujarnya.

Soal jumlah tersangka yang telah ditahan, Badrodin menjelaskan terdapat 17 tersangka. Namun, yang ditahan hanya 15 orang, sementara dua tersangka tidak ditahan karena masih di bawah umur. Kedua tersangka di bawah umur itu berperan sebagai kurir.

Mengenai hukuman maksimal terhadap tersangka, menurut Badrodin, hal itu merupkan penilaian hakim, sedangkan polisi hanya menerapkan pasal yang sesuai.

Pemerintah Kota Tangerang, Banten, menunggu surat edaran resmi dari Kementerian Kesehatan untuk melakukan vaksin ulang pada anak-anak. Hal ini dilakukan untuk menenteramkan keresahan orangtua akan peredaran vaksin palsu.

Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah mengatakan, pihaknya siap melakukan vaksin ulang anak-anak di Kota Tangerang. "Kami tinggal menanti arahan pusat dari Kementerian Kesehatan," ujar Arief, Kamis (30/6).

Ia mengatakan, apabila surat edaran sudah keluar, pihaknya akan menggerakkan seluruh petugas dinas kesehatan, RSUD, puskesmas kecamatan hingga kelurahan dan posyandu untuk melakukan vaksin ulang. "Kami akan ke sekolah-sekolah juga. Ini akan menjadi sebuah gerakan," ujar Arief.

Hal ini perlu dilakukan untuk menjawab keresahan warga akan peredaran vaksin palsu. "Divaksin lagi kan tidak mengganggu kesehatan," ujar Arief.

Selama ini pihaknya selalu mendapat pasokan vaksin dari PT Bio Farma (Persero). Dari Kementerian Kesehatan, vaksin dipasok ke dinas kesehatan, lalu ke RSUD dan puskesmas kecamatan, lalu diturunkan ke puskesmas kelurahan dan posyandu.

Muhamad Abdi (26), karyawan swasta warga Bintaro, Tangerang Selatan, mengkhawatirkan soal peredaran vaksin palsu. "Tentu saja saya sebagai orangtua khawatir. Takut anak saya disuntik yang bukan-bukan," ujar Abdi yang dihubungi Kamis.

Sebab, putrinya, Za'imah Pramudita Salim, baru berusia tiga minggu. Anakny, sudah menerima vaksin polio dan hepatitis pada saat usia 0-7 hari di sebuah klinik swasta di bilangan Bintaro.

Saat menerima anaknya diberikan vaksin, Abdi tidak bisa melihat kemasan aslinya sebab sudah dikeluarkan dari bungkusan kotaknya.

Putrinya menerima vaksin yang diimpor oleh PT Aventis Pharma. Kertas kemasan vaksin itu ditempel di buku kontrol vaksin anaknya.

"Kliniknya mengaku ini dari distributor resmi," ujar karyawan swasta yang berkantor di bilangan Karet, Jakarta Selatan. (C11/WAD/MDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com