Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/07/2016, 19:25 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian turut menetapkan dokter hingga tenaga kesehatan lainnya, seperti bidan dan perawat sebagai tersangka kasus temuan vaksin palsu.

Menurut Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), adanya dokter dalam daftar tersangka kasus vaksin palsu telah menimbulkan kegelisahan di kalangan dokter.

Sekretaris Jenderal PB IDI, Adib Khumaidi mengatakan, perlu diperjelas apakah keberadaan dokter sebagai pelaku peredaran atau korban peredaran vaksin palsu.

"Dokter, termasuk tenaga kesehatan lain atau fasilitas layanan kesehatan adalah korban dari oknum pemalsu vaksin," kata Adib saat membacakan pernyataan sikap PB IDI, PERSI, dan ARSSI terhadap kasus vaksin palsu di Jakarta, Senin (18/7/2016).

Sementara itu, Ketua PB IDI Ilham Oetama Marsis menuding ada "grand design" untuk menyudutkan profesi dokter dan rumah sakit Indonesia dalam kasus temuan vaksin palsu. Menurut Marsis, kepolisian harus menyelidiki lebih dalam siapa aktor di balik munculnya vaksin palsu.

"Kami juga bertanya. Sebaiknya kita cari bersama di balik aktor membuat grand design," kata Marsis.

IDI juga menyayangkan sikap anarkis di sejumlah rumah sakit yang disebut menggunakan vaksin palsu.

IDI meminta kepada pemerintah untuk tidak membiarkan dokter, tenaga kesehatan, maupun fasilitas layanan kesehatan menghadapi keluhan masyarakat tanpa adanya jalan keluar atau solusi dari pemerintah.

Hingga saat ini kepolisian telah menetapkan 23 tersangka kasus vaksin palsu. Sejumlah tersangka meliputi produsen vaksin palsu, distributor, dokter, bidan, perawat, hingga pemilik apotek.

Hasil penyelidikan kepolisian menemukan, ada 14 rumah sakit, 8 klinik, dan tenaga kesehatan yang menggunakan vaksin palsu. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com