Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruknya Manajemen Limbah Farmasi Juga Jadi Penyebab Munculnya Vaksin Palsu

Kompas.com - 29/07/2016, 22:22 WIB

KOMPAS.com - Peredaran vaksin palsu di fasilitas-fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, bukan hanya memberikan indikasi lemahnya pengawasan terhadap peredaran obat di Indonesia, tapi juga kurangnya pengawasan manajemen limbah farmasi rumah sakit.

Menurut Tulus Abadi, SH, Ketua YLKI, setiap rumah sakit seharusnya punya incenerator untuk membakar limbah farmasi.

“Dalam kasus vaksin palsu ini, salah satu kunci faktor penyebabnya kan karena rumah sakit sembarangan dalam membuang limbah. Ini sebenarnya bisa jadi tanggung jawab Kementrian Lingkungan Hidup, untuk menegaskan bahwa ada kewajiban dari pihak rumah sakit menyediakan incenerator untuk membakar limbah-limbah farmasi yang ada di rumah sakit,” jelas Tulus saat ditemui media dalam acara Diskusi Media IPMG: Solusi Menuntaskan Peredaran Vaksin di Royal Kuningan Hotel, Jakarta (29/7).

Diungkapkan Tulus, alat incenerator memang mahal, perawatannya pun mahal. Tapi, tetap tak bisa jadi alasan rumah sakit untuk tidak memilikinya. Rumah sakit tetap harus punya. Caranya bisa dengan gabungan antar rumah sakit, agar biayanya bisa ditanggung bersama. Selain itu, industri farmasi juga harus bertanggungjawab untuk mengatasi limbah farmasi.

“Dalam undang-undang lingkungan hidup, ada penjelasan bahwa produsen harus menarik semua limbah untuk kemudian dihancurkan,” ujar Tulus.

Vaksin palsu terjadi, karena lemahnya pengawasan dalam hal ini. Limbah farmasi rumah sakit dalam bentuk ampul bekas vaksin bisa didapatkan dengan sangat mudah. 

“Rumah sakit di Indonesia memang sering sekali bermasalah dalam pembuangan limbah, bukan hanya mengotori sungai, tapi kini lebih tragis karena limbah-limbah farmasi disalahgunakan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab untuk mendistribusikan vaksin palsu,” kata Tulus.

Itulah sebabnya, hal ini sangat penting menjadi perhatian Kementrian lingkungan hidup dan juga pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan lebih serius.

Di saat yang sama, Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT BPOM, Drs Arustiyono, Apt, MPH, menyarankan masyarakat untuk memilih rumah sakit yang telah terakreditasi KARS. 

"Rumah sakit yang telah terakreditasi umumnya manajemennya lebih baik dalam semua hal, pengadaan obat hanya satu pintu yang menjadi tanggung jawab instalasi farmasi, sehingga hanya menerima dari distributor resmi, begitu pun dengan manajemen limbah yang SOP nya tentunya sudah diatur dengan baik," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com