JAKARTA, KOMPAS — Banyak negara berlomba dalam riset sel punca karena terapi itu dinilai menjanjikan. Selain dunia akademisi, industri juga getol melaksanakan penelitian itu.
Di Indonesia, penelitian dan pengembangan sel punca telah dimulai oleh PT Kalbe Farma sejak satu dekade lalu.
Sel punca (stem cell) ialah sel induk yang belum terdiferensiasi jadi sel matang. Ada dua jenis sel punca, yakni sel punca dari tubuh pasien sendiri (autologous) dan sel punca dari orang lain (allogenic). Terapi dilakukan dengan menyuntikkan sel punca ke pasien untuk memperbaiki organ atau jaringan tubuh yang rusak.
Deputi Direktur Stem Cell and Cancer Institute (SCI) PT Kalbe Farma, Sandy Qlintang, Jumat (9/9), di Jakarta, mengatakan, melalui SCI, Kalbe Farma melakukan riset dan komersialisasi sel punca.
Menurut Sandy, agar bisa sejajar dengan negara lain, riset sel punca memerlukan waktu dan komitmen dana memadai. Pihak SCI mendapat alokasi dana riset hingga Rp 8 miliar setahun. Itu bagian dana riset dan pengembangan Kalbe Rp 300 miliar-Rp 400 miliar, dan tak terpengaruh naik turunnya iklim bisnis farmasi.
Kerja sama
Investasi sumber daya manusia pun dilakukan. SCI mendorong 15 penelitinya agar melanjutkan studi dan tampil di konferensi internasional. Pihak Kalbe juga bekerja sama dengan 11 rumah sakit pendidikan, termasuk RS Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, dan RS Umum Daerah Soetomo, Surabaya, dalam pengembangan sel punca.
Kerja sama juga dilakukan dengan universitas di luar negeri, seperti di Australia, Jerman, Hongkong, dan Amerika Serikat. "Upaya itu agar Indonesia jadi tuan rumah di negeri sendiri bidang terapi sel punca," ujarnya.
Kini, SCI mengembangkan sel punca auotologus untuk osteoarthritis (OA), jantung (myocard infarct), dan patah tulang. "Untuk OA, ada 50-60 pasien dan jantung 20 pasien," ucapnya.
Selain itu, SCI mengembangkan sel punca allogenic dan kini tahap uji klinis untuk penyakit autoimun, cedera tulang belakang, diabetes, dan sirosis hati. Sementara sel punca pluripoten terinduksi (IPSC), sel punca diferensiasi, dan imunoterapi kanker, masih dalam tahap riset.
Biaya terapi sel punca Rp 1 per satu juta sel yang disuntikkan. Adapun jumlah sel yang disuntikkan untuk sekali terapi 1-2 juta per kilogram berat badan.
Meski menjanjikan, warga diimbau berhati-hati terhadap tawaran terapi sel punca. Sebab, banyak fasilitas kesehatan menjadikan terapi sel punca sebatas jargon pemasaran. "Ada sel punca apel, terapi sel punca dari hewan, sel punca dari luar negeri dengan sumber tak jelas, dan terapi sel punca kilat. Padahal, pengolahan sel punca saja perlu 4-6 minggu," ucapnya.
Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia Ismail Hadisoebroto Dilogo mengatakan, sel punca di Indonesia "kebablasan". Sebab, ada oknum fasilitas kesehatan menawarkan terapi sel punca.
Menurut Keputusan Menkes No 32/2014 tentang Penetapan Rumah Sakit Pusat Pengembangan Pelayanan Medis, Penelitian, dan Pendidikan Bank Jaringan dan Sel Punca, RSCM dan RSUD Soetomo ditetapkan sebagai pusat pengembangan. Dua RS itu membina 9 RS pemerintah agar jadi pusat pengembangan sel punca, termasuk layanan medis.
Sejauh ini, pengembangan riset sel punca terus berlanjut. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM, misalnya, bersiap produksi massal sel punca, kerja sama dengan PT Kimia Farma. (ADH/JOG)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 September 2016, di halaman 14 dengan judul "Upaya Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri".