Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batasi Asupan Gula, Garam, dan Lemak Efektif Turunkan Risiko Kematian Dini

Kompas.com - 18/10/2016, 21:26 WIB

KOMPAS.com - Kehidupan masyarakat modern membuat kita sangat dekat dengan makanan cepat saji yang mengandung tinggi gula, garam, dan juga lemak. Apalagi, seringkali padatnya kesibukan, membuat kita tak dapat menyiapkan makanan sehat, sehingga hanya mengandalkan makanan di depan mata.

Bahayanya, konsumsi karbohidrat olahan yang terdiri dari makanan dengan kadar gula, garam, dan tepung yang tinggi bisa menjadi salah satu faktor yang dapat memicu penyakit akibat gaya hidup, seperti jantung, stroke, obesitas, dan juga diabetes melitus.

Data Riskesdas 2010 menunjukkan, Indonesia berada di urutan ke-10 sebagai negara dengan jumlah masyarakat obesitas terbanyak. Sedangkan, dari data Riskesdas 2013, 53,1% orang Indonesia mengonsumsi makanan bergula dan 26,2% makanan bergaram.

Tak heran jika dari 2010 ke 2013, penderita obesitas naik lebih dari 2,5 kali lipat pada laki-laki dan 2,8 kali lipat pada perempuan. Selain itu 7,6 juta penduduk Indonesia adalah pengidap diabetes dan 12,6 juta lainnya mengalami pra diabetes.

Menurut drg. Dyah Erti Mustikawa MpH, Kepala sub direktorat diabetes melitus dan gangguan metabolik Kementrian Kesehatan RI, penyakit akibat gaya hidup termasuk ke dalam daftar penyakit tidak menular. Penyakit ini disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat, seperti kebiasaan merokok, kurangnya aktivitas fisik, diet tidak sehat, dan stres.

“Penyakit tidak menular ini adalah penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Jantung, kanker, diabetes melitus, dan penyakit pernapasan kronis prevelesinya sangat tinggi. Padahal, sebenarnya penyakit ini bisa dicegah dengan pola makan sehat,” ujar drg Dyah dalam acara Jakarta Food Editor’s Club di Crematology, Jakarta (18/10).

Dokter Dyah menambahkan, membatasi asupan gula, garam, dan lemak serta menjalani pola hidup sehat adalah cara efektif menekan angka kematian prematur akibat stroke, jantung, maupun hipertensi.

Dijelaskan dokter Dyah, untuk mengatasi masalah ini Kementrian Kesehatan bekerjasama dengan produsen makanan menghimbau untuk menurunkan kadar gula, garam, dan lemaknya secara bertahap pada produknya.

“Kita sesuaikan dengan standard Internasional. Kalau di luar sudah ada tuh kadar natrium untuk packaging food harusnya berapa. Nah, kita sudah jalan ke arah sana,”

Dalam hal ini, Permenkes juga sudah mengatur kewajiban produsen untuk memberikan peringatan di label makanan. Berapa kadar gula, garam, dan lemak yang harus dikonsumsi dalam sehari. Sehingga, masyarakat bisa menghitung apakah intake hariannya berlebih atau tidak. Masyarakat harus membiasakan diri untuk membaca label kemasan makanan.

“Sangat penting menjaga asupan kalori harian sesuai kebutuhan tubuh, agar sensor tubuh tidak rusak. Kalau tubuh tidak lagi bisa menjadi subjek yang menentukan apa yang dibutuhkan, tubuh kita akan menjadi objek industri makanan karena adiksinya pada makanan,” jelas drg Dyah.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com